Lihat ke Halaman Asli

I Made Suyasa

Karyawan Swasta

Mewujudkan Kampus Garda Terdepan Melawan Korupsi

Diperbarui: 25 September 2021   10:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

BELUM lama ini saya mendapatkan telepon dari seseorang yang tidak dikenal. Dalam pembicaraan tersebut, penelepon itu mengaku sebagai salah seorang mahasiswa yang merasa dirugikan akibat permainan oknum yang tidak bertanggung jawab yang menjanjikan cepat lulus dengan kuliah singkat. Syaratnya tentu saja dengan imbalan sejumlah uang. Mahasiswa tersebut juga menyebut nama teman-temannya yang juga menjadi korban dalam kasus tersebut.

Setelah dilakukan pelacakan data di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti), rata-rata mahasiswa tersebut adalah dari lulusan dari lembaga kursus, statusnya sudah dikeluarkan di perguruan tinggi asal dan tidak terdaftar di PDDikti, namun dipaksakan sebagai mahasiswa pindahan.

Sebagai pengelola PDDikti, tentu saja aturan yang harus dijadikan pedoman. Saya sering berseberangan dengan unsur pimpinan, jika ada proses yang tidak wajar dalam pelaporan data dan mereka memaksakan kehendaknya, seperti yang terjadi dalam kasus mahasiswa tersebut. Pernah saya dinonjobkan karena kegigihan saya dalam memberantas praktik tidak sehat di dunia akademik itu.
Berkali-kali sudah saya ingatkan, jika ingin terdaftar sebagai mahasiswa pindahan atau alih jenjang, syaratnya adalah masih tercatat aktif sebagai mahasiswa dan tidak dalam status dikeluarkan, tidak di-drop out (DO), bukan lulusan dari lembaga kursus dan tidak bermasalah di perguruan tinggi asal dan tercatat di PDDikti.

Jika syarat tersebut tidak dipenuhi, akan langsung saya tolak. Tapi kenapa kasus ini bisa terjadi? Tentu saja ini adalah ulah oknum yang tidak bertanggung jawab yang meloloskan mahasiswa tersebut yang tentunya dengan imbalan sejumlah uang. Untuk membuktikan adanya kasus suap ini, sangat sulit karena oknum mahasiswa dan oknum orang dalam di perguruan tinggi akan saling melindungi dan tidak mungkin akan mau buka aib yang akan merugikan mereka.
Saya sering menemukan adanya proses tidak wajar dalam proses perkuliahan.

Ada mahasiswa yang tidak pernah kuliah, tiba-tiba nilainya sudah lengkap. Mahasiswa yang seperti ini lulusnya juga cepat, sehingga menggundang iri teman-temannya yang rajin kuliah. Begitu rapinya permainannya, sehingga ketika dilacak sulit ditemukan ada bukti penyimpangan. Kuat dugaan ada orang dalam yang terlibat termasuk kebijakan pimpinan yang mungkin saja hasil kompromi dengan oknum sehingga dengan leluasa mendobrak aturan yang berlaku. Saya tidak berani menyebut ada suap, karena memang sulit dibuktikan. Namun, informasi dari beberapa mahasiswa, kuat dugaan ada unsur suap di dalamnya.

Menyedihkan memang, perguruan tinggi yang diharapkan menjadi garda terdepan dalam melawan kejahatan korupsi di Tanah Air, justru terjebak dalam praktik permainan yang tidak sehat. Korupsi bukan merupakan kejahatan biasa, melainkan juga berhubungan dengan kewenangan dan kekuasaan besar. Sungguh sangat memprihatinan, berdasarkan data yang ada para koruptor justru mereka yang mengenyam dunia pendidikan tinggi dari sejumlah perguruan tinggi yang terkemuka di Indonesia.

Maraknya kasus suap, jual beli nilai termasuk jual beli skripsi di perguruan tinggi, membuktikan bahwa pendidikan di Indonesia belum cukup berhasil dalam menciptakan moral yang baik. Hal ini bisa dilihat dari masih maraknya berbagai fenomena yang menggambarkan rusaknya moral peserta didik. Jika kecurangan akademik terus dilakukan, tentu saja akan memicu perilaku kecurangan di konteks lainnya. Mengapa? Kecurangan akademis ini terbukti berkorelasi di tempat kerja, dan perilaku curang akan dianggap sebagai alternatif yang dapat diterima, sehingga perilaku tersebut cenderung juga akan dilakukan pada berbagai situasi lainnya.

Lantas apa yang harus dilakukan? Sebagai pencetak generasi muda yang akan berpengaruh di masa mendatang, perguruan tinggi seharusnya mengajarkan nilai-nilai yang lebih baik dari yang telah ada saat ini. Perguruan tinggi seharusnya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi. Ini artinya, perguruan tinggi dan individu di dalamnya harus memiliki integritas dan semestinya menjadi pihak yang turut serta dalam pemberantasan korupsi. Langkah yang bisa dilakukan adalah dengan cara melakukan tindakan represif berupa sanksi yang berat agar para pelaku mendapatkan efek jera, sehingga mereka tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline