Sejumlah perguruan tinggi swasta (PTS) terutama dengan jumlah mahasiswa yang sedikit, kini mulai cemas dan dilanda kekhawatiran. Mengapa? Pandemi Covid-19 yang tidak jelas kapan akan berakhir ini, menyebabkan jumlah calon mahasiswa baru yang mendaftar di sejumlah PTS turun drastis. Kondisi ini tentu saja menyebabkan banyak PTS khususnya yang berstatus gurem dan jumlah mahasiswanya tak sampai 1.000 orang mulai sempoyongan. Di samping kondisi keuangan yang terganggu, juga karena ketatnya persaingan di kalangan PTS itu sendiri.
Terpuruknya perekonomian dan banyaknya usaha yang 'gulung tikar', menyebabkan banyak mahasiswa dengan status aktif di sejumlah PTS kesulitan membayar biaya pendidikan. Akibatnya PTS menjadi terengah-engah untuk tetap bisa bertahan di tengah pandemi Covid-19 ini.
Banyak PTS yang mulai melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawannya, termasuk mengurangi gaji dosen dan pegawainya. Mereka mulai kesulitan untuk mempertahankan operasionalnya. Salah satu penyebabnya adalah sulitnya menyelenggarakan sistem perkuliahan secara daring karena infrastruktur teknologi informasi yang belum mendukung dan masih banyak dosen yang gagap teknologi atau kurang adaptif.
Sejumlah PTS juga mulai bermain dalam kemudahan administratif dan biaya perkuliahan yang murah dengan tujuan untuk menarik minat calon mahasiswa agar bisa melanjutkan kuliah. Beasiswa yang ditawarkan pemerintah seperti KIP-Kuliah juga jadi rebutan, terlebih dalam kondisi perekonomian seperti sekarang ini. Bahkan, ada PTS yang menawarkan program gratis kuliah, tentu saja dengan tujuan mampu meraup calon mahasiswa sebanyak-banyaknya.
Jika dianalogikan, dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, seolah menjadi proses seleksi alam bagi PTS. Mengapa? PTS yang bisa melewati seleksi alam ini dan mampu bertahan hidup nanti tentu saja PTS yang sehat dan mengedepankan kualitas. PTS yang mengedepankan kualitas, akan mampu menarik minat mahasiswa baru dan kualitas lulusannya, terlebih jumlah PTS terus bertambah dari waktu ke waktu.
Tidak dapat dipungkiri, sejumlah perguruan tinggi khususnya dengan status gurem masih dipandang sebelah mata. Ditawarkan program gratis pun, banyak yang enggan kuliah di tempat tersebut karena kualitasnya diragukan. Kualitas pendidikan adalah senjata bagi PTS untuk tetap eksis di tengah makin ketatnya persaingan ini.
Adanya perguruan tinggi abal-abal, jual-beli ijazah hingga gelar akademik palsu turut menodai citra perguruan tinggi swasta. Dalam kondisi seperti sekarang ini apa yang harus dilakukan? Merawat dan memperbaiki tentu saja adalah solusi yang terbaik. PTS juga harus cerdas melakukan upaya strategis agar mampu bertahan dari persaingan yang sangat ketat, baik dengan PTS dalam maupun luar negeri.
Oleh karena itu, PTS harus melakukan upaya strategis yang tidak hanya sekadar untuk bertahan, tetapi bagaimana agar menjadi makin besar dan eksis sehingga masuk dalam level nasional atau internasional. Caranya adalah dengan menjalin kerja sama dengan berbagai pihak yang memegang prinsip saling menguntungkan.
Guna mencapai hal itu, PTS harus memiliki kompetensi pendidikan yang baik sehingga mampu berkompetisi dengan PTS lain secara sehat. Dengan demikian, PTS yang menawarkan pendidikan berkualitas dan sehat dari sisi finansial ini tentu saja akan bisa lolos dari seleksi alam terlebih di tengah makin ketatnya persaingan seperti sekarang ini. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H