Lihat ke Halaman Asli

Kopi dan Keimanan

Diperbarui: 9 Mei 2016   14:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“I’m  Coffee addict!“ Saya rasa bagi (sebagian) dari kita kalimat sebelumnya benar adanya. Entah golongan tua maupun muda. Baik itu kopi hitam pekat atau yang saat ini nge-trend dengan berbagai kopi olahannya. Yang pasti semua nya adalah pencinta kopi, entah itu karena kebutuhan karena perlu ‘dopping’ atau hanya sekedar hobby. maybe for him/her, coffee like a water or like a juice.

Jujur, saya adalah penikmat sekaligus pencinta kopi. Awal mula saya ‘jatuh hati’ pada minuman hitam pekat nan pahit ini berawal dari kebiasaan di asrama saat jaman SMA dulu. As we know, apapun itu, semua adalah milik bersama, termasuk minuman kopi. Jadi, awal mulanya saya hanya nyicipin kopi temen tapi akhirnya malah ‘ketagihan’ ditambah saat itu memang saya membutuhkan ‘dopping’ tapi saya rasa ini masih masuk akal dibanding seorang teman saya yang memilih ‘dopping’ kratingda*** (minuman berenergi).

Lambat laun, setiapkali saya memerlukan ‘dopping’ maka kopi-lah pilihan terbaik saya. Baik di malam hari maupun siang hari. Kejadian ini terus berlangsung hingga saya lulus di SMA. Saat memasuki bangku perkuliahan, saya rasa ‘dopping’ merupakan hal yang wajib melihat tugas akademik yang menumpuk belum ditambah dengan tetekbengek di organisasi. Namun, makin ke sini, saya makin merasakan ada sebuah pergeseran perspektif. Kopi yang awal mula saya pilih sebagai ‘dopping’ tapi saat ini (ya, persis saat saya menulis tulisan ini) saya selalu membutuhkan kopi.  Saat ini kopi tidak hanya saya gunakan sebagai dopping saja, tapi telah beralih menjadi sebuah kebiasaan saya.

Ya, begitulah hal nya dengan sebuah kebaikan dan kebenaran. Memang tak mirip dengan “Kisah Jatuh Hati saya dengan Kopi”, namun setidaknya ada pelajaran yang bisa saya dapatkan darinya. Bagi sebagian orang kopi adalah minuman pahit dan sama sekali tidak menyegarkan, terlebih bila kalian mencicipi kopi hitam dengan ampasnya, yang terkadang bila terminum terasa tidak enak di tenggorokan. Tapi, ternyata kesukaran itu bila kita mau tuk mencoba, berfikir postiif, dan mau terus menerus dilakukan (istiqomah) maka hal tersebut akhirnya bukan lagi menjadi sebuah halangan bagi kita, tapi menjadi sebuah kebutuhan dan kebiasaan. Terlebih, kita memang diawal membutuhkannya.

Inilah aktivitas kebaikan dan kebenaran. Memang, aktivitas ini bukan aktivitas yang mudah dan gampang. Ini aktivitas yang membutuhkan pengorbanan. Mengenyampingkan nafsu diri, mengacuhkan bisikan setan, mengalahkan rasa malah, mengalahkan ambisi yang tak terkontrol. Padahal jelas aktivitas kebenaran dan kebaikan bila dilakukan hanya akan berujung kepada JannahNya, tentu dengan syarat niat dan caranya sesuai dengan aturanNya. Bahkan dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كل أمتي يدخلون الجنة إلا من أبى، قيل ومن يأبى يا رسول الله؟! قال: من أطاعني دخل الجنة، ومن عصاني فقد أبى

Setiap umatku akan masuk surga, kecuali orang-orang yang enggan untuk memasukinya. Ada seseorang yang bertanya, siapakah orang yang enggan tersebut wahai Rasulullah ? Beliau bersabda, “Barangsiapa mentaatiku akan masuk surga, barangsiapa tidak taat kepadaku sungguh dia orang yang enggan masuk surga

JannahNya merupakan suatu tempat yang tentu diinginkan seluruh umat muslim, bahkan seluruh umat manusia. Tapi menang terkadang kita enggan, persis seperti apa yang sudah dikatakan oleh Rasulullah SAW. Enggan kerana tidak mentaati Rasulullah SAW, tentu mentaati Rasulullah SAW juga akan menataati Allah SWT. Ya itu lah arti dari keimanan, seperti apa yang sahabat Ali bin Abi Thalib katakan, “Iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan dengan hati dan perbuatan”.

Dalam ayatnya Allah subhanahu wa ta’ala, berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ, أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamahmaka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Ahqaf: 13-14).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline