Lihat ke Halaman Asli

Nur FuadatunImami

Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya

Intervensi pada Anak Autis dengan Metode Applied Behavior Analysis

Diperbarui: 23 Desember 2022   08:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

 

Anak berkebutuhan khusus biasa disingkat ABK yaitu anak yang membutuhkan pendidikan dan pelayanan khusus karena mereka yang istimewa dengan keterbatasannya perlu diberikan perhatian dan bantuan dengan mengupayakan berbagai cara agar bisa menjadi mandiri. individu yang dikatakan ABK yaitu mengalami gangguan emosional, mental,intelektual, fisik, dan sosial, gangguan yang terjadi pada anak biasanya sudah terprediksi ketika anak masih didalam kandungan menjadi balita kemudian berkembang dengan menunjukkan keterbatasan. (Hidayati, 2017) dalam (Harnowo, 2013; Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2013). Indrawati, 2022 dalam kuliah tamu "urgensi peran konselor untuk ABK" menyatakan bahwa anak berkebutuhan khusus terdapat banyak jenis  seperti tunagrahita, slow learner tergolong gangguan intelektual,  tuna netra, tuna rungu, dan wicara tergolong gangguan sensorik, lumpuh layung, stroke, tergolong gangguan mental,  autisme, bipolar tergolong gangguan fisik.

Undang-undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas Bab 1 pasal 1 ayat 1 berbunyi "penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensori dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak". Dalam pasal  1 ayat 7 menjelaskan bahwa penyandang disabilitas atau biasa disebut ABK harus diberdayakan hal ini merupakan upaya menjaga keberadaan mereka yang istimewa dalam wujud penumbuhan iklim dan mengembangkan potensi sehingga dapat berkembang dan bertumbuh menjadi individu atau kelompok anak berkebutuhan khusus yang tangguh dan mandiri.

Dalam mengembangkan potensi ABK tentu memerlukan terapi atau intervensi. dengan adanya golongan gangguan yang berbeda maka intervensi yang diberikan juga berbeda, berbeda disini maksudnya pemberian intervensi pada anak autis berbeda dengan anak tuna netra, begitupun intervensi yang diberikan kepada anak slow learner tentu berbeda dengan anak CIBI. Disini penulis ingin membahas intervensi yang bisa diberikan kepada anak berkebutuhan khusus gangguan fisik yaitu anak autis. Intervensi yang tepat untuk diberikan kepada anak autis yaitu menggunakan teknik applied behavior analysis.

PEMBAHASAN 

Pengertian Anak Autis

Kanner pada tahun 1943 tokoh pertama kali yang menemukan gangguan autis. Kanner mendetailkan bahwa autis merupakan gangguan ketidakbisaan untuk melakukan interaksi kepada orang lain, gangguan sangat jelas terlihat dari gaya berbahasa autis yang terbolak - balik, mutest, penguasaan yang tertunda, acholalia, memiliki daya ingat yang tinggi, adanya   aktivitas bermain yang stereotip dan repetitif  dan obsesif dalam mempertahankan keteraturan di dalam lingkungan (Bektiningsih, 2009) (Dawson & Catelloe, 1985:18).

Menurut (Mahmud, 2010) gangguan dengan perkembangan yang kompleks, berhubungan dengan interaksi sosial, komunikasi dan aktivitas imajinasi yaitu disebut autis. Gejala autis akan mulai terlihat pada usia 2 tahun, dan ada gejala yang terlihat dari sejak bayi disebut gejala infantile. Autis pada kehidupannya memiliki konsekuensi yaitu susahnya perkembangan otak secara kompleks sehingga mempengaruhi banyak fungsi --fungsi : perasaan (feeling), intending, persepsi (perceiving), imajinasi (imagining). Autis juga dapat dinyatakan sebagai suatu kegagalan dalam penalaran sistematis (systematic reasoning).

 

Penyebab anak autis terdiri dari beberapa faktor :

  1. Genetik
  2. sistem saraf yang terganggu
  3. kimiawi di dalam tubuh yang tidak seimbang
  4. Kemungkinan lain seperti : infeksi virus rubella, faktor psikologis karena terlalu sibuknya orang tua yang tidak sering mengajak ngobrol anak.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline