Lihat ke Halaman Asli

Im Dalisah

Penulis

Pusara Massal Tsunami: Jejak Tragedi dan Pelukan Keabadian

Diperbarui: 28 Oktober 2024   15:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kuburan massal tsunami Ulee lheu, Banda Aceh. Foto: Dokpri

Bencana maha dahsyat tsunami yang melanda Aceh pada penghujung Desember 2004 menyisakan kenangan dan luka tak terperi. Tak hanya kehilangan harta benda, peristiwa kelam itu memisahkan anak dari ayah, istri dari suami, serta saudara dari saudara. Ribuan nyawa melayang dalam hitungan detik, dan masyarakat Aceh terhempas dalam suasana berduka yang mendalam.

Namun, pasca tragedi itu, masyarakat Aceh memilih bangkit. Mereka yang selamat tidak ingin terperangkap dalam bayang-bayang kelam bencana. Dengan semangat yang baru, mereka melanjutkan hidup dan menjemput masa depan.

Kini, dua dekade telah berlalu. Aceh terus berbenah dan mengejar ketertinggalannya setelah dihantam gelombang tsunami. Beberapa peninggalan dari tragedi itu masih dapat ditemui hingga hari ini, salah satunya adalah kuburan massal korban tsunami di Gampong Ulee Lheue, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh. Di bawah hamparan rumput hijau, belasan ribu jasad korban tsunami disemayamkan secara massal, menjadi monumen bisu yang berbicara tentang besarnya bencana yang pernah menimpa tanah ini.

Selain di Ulee Lheue, kuburan massal korban tsunami juga tersebar di beberapa tempat lain, seperti di Siron dan Kajhu, Aceh Besar. Pada saat itu, ribuan jasad yang mulai membusuk harus segera dikuburkan. Situasi darurat, ditambah keterbatasan alat, memaksa prosesi penguburan dilakukan secara massal, dengan penguburan yang seadanya.

Kuburan massal Ulee Lheue terletak tak jauh dari pusat kota. Lokasinya yang berada di tepi jalan raya membuatnya mudah diakses. Saat tiba di sini, pengunjung sering kali merasakan suasana yang berbeda, khususnya bagi keluarga korban. Perasaan rindu terhadap orang-orang yang telah tiada membuat banyak dari mereka tak kuasa menahan air mata.

Di pintu masuk, tampak gerbang hijau yang kokoh, dikelilingi pagar beton bertuliskan asma Allah SWT. Di dalamnya, ada bangunan tua yang pernah menjadi bagian dari Rumah Sakit Meuraxa, saksi bisu yang 'phak luyak' (hancur berantakan) dihantam tsunami. Kini, bangunan itu dibiarkan dalam kondisi apa adanya sebagai pengingat dahsyatnya musibah kala itu.

Memasuki areal pemakaman, terlihat penanda yang memisahkan area kuburan dewasa dan anak-anak. Sejumlah batu besar menggantikan nisan di beberapa sudut. Area ini bersih, dengan hamparan rumput hijau dan pohon-pohon yang tertata rapi. Tidak ada ilalang liar, menunjukkan bahwa makam ini dirawat dengan baik.

"Kuburan massal ini dibersihkan secara berkala. Baru-baru ini saja, ilalang yang tumbuh di sekitar pagar baru dibersihkan," ujar Dila, seorang pedagang gorengan yang berjualan di depan makam, Rabu, 24 April 2024.

Kuburan massal ini ramai dikunjungi, terutama pada akhir pekan. Selain berziarah, para pengunjung sering membawa generasi muda untuk memberikan edukasi tentang sejarah tsunami.

"Ramainya waktu lebaran dan setiap 26 Desember. Banyak keluarga korban yang datang karena percaya anggota keluarga mereka yang hilang dalam musibah itu dimakamkan di sini," tambah Dila.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline