Lihat ke Halaman Asli

Fanatisme Memangsa Nyawa

Diperbarui: 4 Oktober 2022   11:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nampak 2 suporter sedang menyelamatkan seorang anak dari gas air mata. (Sumber:Jatimnetwork.com)

Kala nyawa dimangsa fanatisme

Selepas melewati malam yang suntuk dengan segala hiruk pikuknya dan dinamika yang menyelimuti saat itu hingga baru usai saat subuh datang.

Mungkin banyak berita duka pagi ini, namun tak ada yang lebih tragis dan menyayat hati dari tewasnya ratusan suporter di Kanjuruhan. Miris memang, sepakbola yang mestinya ajang hiburan, melepas penat bagai nonton konser, ekspresi kebebasan mendukung para tim bahkan ajang silaturahmi antar suporter malah menjadi malapetaka. Tangan di dada yang tadinya simbol kebanggaan  berpindah menjadi tangan di atas batu nisan, atas nama duka, atas fanatisme yang membunuh. Miris memang.

Hari ini semua masih dilanda kesedihan, namun perlahan semua akan biasa lagi. Nama para korban akan terlupakan, headline berita nasional akan tenggelam, dan para tim pun nampaknya akan terus berprestasi di kancah nasional. Namun bapak-ibu para korban akan mengubur impian pada anaknya seumur hidup. Anak-anak yang kehilangan orang tuanya akan bertanya kemana orang tua mereka?. Duka yang mendalam, hidup mereka akan menaruh benci terhadap apapun tentang sepak bola.

Tak ada sepakbola yang seharga nyawa manusia.
Al-fatihah untuk pada korban yang dimangsa fanatisme dan anarkisme




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline