Beberapa hari ini dapat berita kalau batas atas harga tiket diturunkan hingga 50% tetapi hanya untuk LCC (Low Cost Carrier) dan pada jam jam tertentu, yang memang 'sepi' peminat.
Ketika saya check untuk ke Medan hari ini, harga tiket masih berkisaran Rp 1,3 juta - Rp 2 juta. Itupun yang termurah Lion Air masih kena biaya untuk bagasi? Bisa minimal Rp 1,5 juta tuh.
Ironj memang. Bandara baru dibangun atau direnovasi demikian Mewah, kapasitas ditambah berlipat, tetapi harga tiket yang mahal membuat bandara malah kian sepi. Bandara mulai merugi, karena turunnya jumlah penumpang hingga lebih dari 20%.
Bahkan arus mudik lalu via transportasi udara turun hingga 37%. Bukan berarti beralih ke jalur darat yak, karena transportasi darat juga menuurun 26%, bahkan via laut juga turun sedikit, 0,5%.
Kemewahan bandara, keluasaannya, tentu membutuhkan biaya operational yang tidak sedikit. Seperti Bandara Kertajati yang harusnya sudah beroperasi Mei 2018 hingga kini sepi seperti kuburan. Kerugian biaya operasionalnya Rp 6-7 Milyar/bulan. Sampai kapan Bandara jnj bertahan membakar uang?
Sementara bandara lain seperti Kuala Namu, Soetta, dan bandara lain, anjloknya penumpang hingga 20% membuat kerugian lebih dari Rp 2 Milyar/bulan.
Itu kerugian pengelola langsung yak. Belum termasuk kerugian tenant disana, Damri hingga taksi bandaranya. Rantai ekonominya panjang terkait mahalnya harga tiket pesawat, termasuk turunnya kunjungan wisatawan ke Bali, Danau Toba dsbnya hingga 20%.
Sampai sekarang benang kusut harga tiket mahal ini belum terurai. Kalau kata LBP Menko Maritim, harusnya airline LCC punya bandara sendiri? Lah kalo invest bandara sendiri apa mungkin masih bisa bikin LCC?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H