Kami menginap semalam di Parapat, hari Minggu tanggal 9 Juni 2019. Besoknya, Senin 10 Juni 2019, setelah sarapan, anakku dan para ponakan asik berenang di Danau Toba. Airnya dingin, segar dan jernih. Masih terlihat ikan-ikan, udang air tawar berkeliaran, tampak dari permukaan Danau (di area yang dangkal).
Adra sempat ngumpulin keong air tawar. Tetapi setelh itu dilepas kembali. Di area ini Ada fasilitas sepeda air, banana boat, kapal kayu wisata ke pulau Samosir, pulau yang ada di tengah Danau Toba.
Tetapi kami cukup main di pantai berpasir putih dan berenang di Danau yang jernih. Sambil memandang keluasan, keindahan Danau, perbukitan dan taman hotel yang menawan.
Setelah 2 jam-an berenang, kami berkemas hendak ke pulau Samosir. Ipar dan ponakan akan lanjut inap di pulau Samosir. Sementara kami bertiga sekeluarga ikut ke pulau Samosir, tetapi setelah itu pulang ke Medan. Soalnya besoknya, Selasa 11 Juni 2019 kami sudah harus balik ke Jakarta lanjut ke Sragen karena suami mendadak ada kerjaan.
Setelah check out, kami ke pelabuhan Ajibata, pelabuhan khusus kapal Fery penyebrangan Mobil di Parapat. Kami naik Fery karena mobil ikutan memyebrang. Yang dihitung harga Mobil saja, Rp 115.000/mobil.
Jika tidak menggunakan mobil, kapal kayu atau kapal wisata bisa juga sebagai kapal penyebrangan.
Tetapi jika Naik motor, harusnya ikut kapal Fery juga. Apalagi sejak kejadian tahun lalu, tenggelamnya kapal kayu penyebrangan yang overload di Danau Toba. Kelebihan muatan motor dan penumpang, tewas nyaris 200-an orang. Peraturan strict hanya beberapa waktu, setelah itu kapal kayu ini kembali mengangkut motor.
Sekitar pukul 12.30 kapal Fery berangkat menuju pelabuhan Tomok di p.Samosir. Aduh ini kapal tua kali ya, kapalnya sempit kotor dan kucel. Sekitar 45 menit kami tiba di pelabuhan Tomok, pulau Samosir.
Dari pelabuhan Tomok, kami konvoi menyusuri pulau Samosir untuk ke hotel tempat ipar menginap. Terlebih dahulu kami makan di warung yang menyediakan lobster air tawar, ikan bakar, dengan sambal khas Toba, mandaliman. Benar benar mantap rasanya.
Setelah itu kami lanjut ke hotel, Tabo hotel. Resepsionisnya seorang bule perempuan Jerman yang sudah fasih berbahasa Indonesia. Ternyata bule ini pemilik hotel tersebut bersama suaminya asli Toba bermarga Silalahi. Tamunya pun mayoritas orang bule, yang berbahasa Jerman dan Inggris.
Kami sempat menjelajahi area sini, dengan cottage khas rumah Dan ornamen Batak. Setelah itu kami ke pelabuhan Ambarita untuk Naik kapal Fery lagi ke Ajibata Dan pulang ke Medan.