Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) ke XVI yang diumumkan pada Sabtu, 17 November 2018 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan bahwa 54 bidang usaha bisa dikuasai asing 100%.
Kenapa 100%? Kenapa bukan kemitraan, dengan saham asing 40% misalnya, mitra lokal 60%? Kalau saham 100% asing tentu pengendalinya ya asing itu, bukan bersama mitra lokalnya.
Bidang usaha itu sangat luas, dari pengupasan umbi-umbian, sektor jasa, survei kuantitatif, kualitatif, kesehatan, pendidikan, rokok, tekstil, akupunktur, kuliner, wisata, dan sebagainya.
Jadi asing bisa masuk 100% menguasai usaha yang selama ini menjadi tumpuan masyarakat mencari nafkah. Masuk ke sektor usaha UMKM, bahkan koperasi.
Selain Kebijakan ini, ternyata tahun 2016 pun Jokowi sudah membebaskan 100% asing untuk 35 bidang usaha. Jadi totalnya 89 bidang usaha bisa dikuasai 100% asing.
Ada apa dengan Jokowi? Kalau kata Rizal Ramli apa sudah putus asa, sehingga usaha usaha rakyat dikorbankan?
Utang luarbiasa membengkak (Rp 4.478 Triliun), defisiit APBN sangat tinggi (Rp 237 T), utang jatuh tempo juga besar (Rp 409 T tahun 2019), defisiit transaksi berjalan mencapai 3,37% PDB (sudah lewat batas toleransinya 3%), pertumbuhan ekonomi paling rendah no.6 di ASEAN?
Dengan PKE itu berarti rakyat bersaing dengan pemilik modal asing head to head. Pemilik modal yang bisa jadi sangat besar, menguasai lini dari hulu ke hilir. Usaha masyarakat bisa rontok satu persatu. Dan akhirnya rakyat hanya menjadi pekerja alias kuli, kacung, jongos dari pemilik modal asing 100% ini?
Yang bikin miris, apa yang dilakukan Jokowi sudah sangat jauh dari ideologi yang diusung PDIP sebagai partai Wong cilik? Bukan itu saja, Ir. Soekarno, President pertama RI pernah mengeluarkan konsep Trisakti pada tahun 1963.
Konsep itu menyebutkan bahwa Indonesia harus berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, dan berkepribadian dalam berbudaya.
Mandiri secara ekonomi? Bukankah itu berarti kita harus mampu dan berdaya mencukupi diri sendiri? Tidak bergantung pada asing?