Lihat ke Halaman Asli

Ilyani Sudardjat

TERVERIFIKASI

Biasa saja

Merajut Asa Anak-Anak Palu Donggala

Diperbarui: 18 November 2018   14:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi

Kemarin ipar saya baru saja balik dari Palu Donggala. Membawa kisah kondisi terkini disana. Dan kepedihan yang masih begitu terasa.

Bumi Sulawesi masih kerap diguncang gempa. Sesar Palu masih demikian aktif. Iparku ikut merasakan gempa itu. Masih kuat getarannya katanya. Walau pusat gempa pindah ke Sulawesi Barat. Hingga ribuan penduduk di Sulbar mengungsi karena gempa.gempa itu telah membuat bangunan riskan untuk ditempati.

Palu Donggala Sigi. Bencana diatas bencana, ketika gempa bersamaan dengan tsunami dan likuifaksi. Terjadi pada jumat maghrib tanggal 28 September 2018.

Jika merujuk pada data BNPB, kerugian yang diderita akibat bencana ini mencapai Rp 18 Triliun. Jauh lebih besar Dari gempa di Lombok yang mencapai Rp 8,8 Triliun. Manusia yang wafat mencapai 2.256, sementara yang hilang 1.300 orang.

Dan dia berdiri diatas area yang sejauh mata memandang seperti tidak ada kehidupan sebelumnya. Kosong, padahal tadinya perumahan padat Balaroa. Tenggelam ditelan bumi. Amblas dalam sekejap.

Data BNPB juga mwnyebutkan pengungsi mencapai 200-an ribu. Sementara yang dievakuasi 93.000. Para pengungsi ini masih tinggal di tenda tenda, baik dari pemerintah, LSM, maupun bantuan asing.

Dan disanalah asa itu dirajut. Karena iparku itu psikolog, jadi dia datang emang untuk bikin sesi terapi ini.

Traumanya masih sangat kuat. Air mata masih tertumpah. Nangis tersedu sedu. Bayangan itu masih begitu dekat dan nyata. Semoga dengan adanya terapi tersebut bisa sedikit meringankan. Bisa menguatkan memghadapi masa depan.

Sedangkan anak anak? Yang tinggal di tenda tenda, juga sangat penting terapi trauma ini. Ada sebagian yang belum mengerti, tahunya pas tsunami lari sekuatnya bersama ayah, ibu, atau saudaranya ke arah bukit. Yang traumatik itu kalau melihat tsunami, likuifaksi, keterpisahan dengan orang tercinta.

Untuk anak anak, diadakan kegiatan menggambar, menyanyi, bercerita, sehingga hatinya riang. Ceria kembali. Betapa senangnya hati ini melihat mereka tersenyum. Masa depan mereka masih panjang. Ditangan anak anak ini terletak masa depan Palu, masa depan Sulteng, masa depan Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline