Lihat ke Halaman Asli

Ilyani Sudardjat

TERVERIFIKASI

Biasa saja

MRT dan LRT Dibangun Kurang Kajian Matang?

Diperbarui: 6 November 2018   17:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin ketika menyusuri jalan HR Rasuna Said Jakarta, saya melihat tiang tiang beton LRT yang menjulang tinggi, melampaui jembatan penyebrangan yang ada. Dibawahnya nyempil halte Transjakarta. Jadi, lagi lagi rute LRT beririsan dengan Transjakarta di sepanjang Kuningan ini?

Ini berarti sama kasusnya dengan MRT yang beririsan rutenya dari Blok M hingga Bundaran HI dengan Transjakarta. Parahnya lagi, Direktur operational MRT yang mengusulkan agar koridor 1 Transjakarta dihapuskan, kini malah diangkat menjabat Dirut Transjakarta. Dirut sebelumnya gak setuju tuh koridor 1 dikorbankan.

Jadi dengan penggantian Dirut ini, tampaknya koridor 1 akan dihapus demi MRT? 

Padahal koridor 1 itu memiliki 20 konektivitas rute, dan paling padat, mengangkut sekitar 90.000 penumpang per hari. 

Jadi pengen tau, ketika MRT dibangun,  rencana dan studi pendahuluannya mengenai transportasi publik yang eksisting apakah sudah matang? MRT sangat mahal biayanya dan dibangun dengan utang Jepang. Rp 16 trilyun untuk fase I sepanjang 16 km, berarti perkilonya Rp 1 Triliun? Kelihatan keren, tetapi mubazir?

Kalaupun nanti koridor 1 benar dihapuskan, karena MRT butuh jumlah penumpang yang signifikan untuk menutup biaya operasionalnya, maka dipastikan para pengguna Transjakarta akan protest. La wong selama ini sudah nyaman dengan akses halte relatif dekat kantor, harga terjangkau, mesti bersusah lagi dengan moda baru yang terbatas stasiunnya, dan pendek jangkauannya.

Sementara LRT di Kuningan kasusnya juga mesti sama. LRT dibangun terburu buru, bahkan kajian Analisa Dampak Lingkungan (Amdal) nya entah kapan dilakukan? Kalau buru buru, yang dikhawatirkan 3 hal, keamanan dan keselamatannya, dampak lingkungan sepert singgungan dengan galian kabel lisrik, air bersih, pipa gas, banjir, dan yang ketiga kemanfaatannya. 

LRT yang rutenya sama dengan Transjakarta apakah tidak tumpang tindih? Karena seharusnya segala macam moda transportasi publik itu saling melengkapi, terintegrasi. Bukan lewat jalur yang sama, dengan pangsa pasar yang sama. 

Apalagi Jakarta juga punya commuter line yang juga sangat efektif sebagai transportasi publik yang mengangkut jutaan orang setiap hari.  Jadi tumpang tindih, dan belum terkoneksi secara efektif.

Bisa saja dijalan yang sama ada 2 sistem transportasi publik. Misalnya jalur Transjakarta digeser ambil jalan lebih ke tengah. Sisanya jalan untuk pejalan kaki ataupun sepeda. Dan diujung jalan dibuat gedung parkir untuk mobil pribadi. Sehingga orang emang 'dipaksa' memakai transportasi publik dengan 2 pilihan, naik Transjakarta atau MRT/LRT. 

Jadi Transjakarta yang sudah punya penumpang setia dan 'militan' tidak dikorbankan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline