Hari ini Jakarta dilumpuhkan oleh demo angkutan umum, baik oleh supir taksi maupun angkot dan sejenisnya. Jadi yang mau jalan ke seputaran Jakarta hati-hati ya, karena beberapa ruas jalan diblokir oleh para pendemo. Bahkan ada aksi sweeping segala, karena beberapa supir taksi tetap angkut penumpang.
Tuntutan para supir taksi ini jelas. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) harus tegas mengenai angkutan online. Karena regulasi UU Transportasi tahun 2009 jelas tidak membolehkan kenderaan pribadi sebagai angkutan umum. Trus piye jal, kalau angkutan ini tetap ada, konsumen suka, aplikasi gak bisa dikontrol oleh pemerintah?
Lihat demo ini, jadi ingat beberapa waktu lalu naik taksi. Seperti biasa, saya nanya-nanya, gimana pendapatannya setelah banyak transporrtasi online gitu? Nurun drastis apa tetap atau malah naik? Dia jawab biasa aja kok. Padahal sudah lama sekali juga sebagai supir taksi.
Kiat dia supaya gak nurun pendapatannya, ya rajin cari penumpang. Jangan ikutan antri di hotel, atau di depan-depan apartemen. Pengalaman dia ketika ikutan antri di hotel gak enak banget. Pas giliran dia bawa penumpang, eh ternyata naik taksinya tinggal nyebrang jalan doank. "Mana yang naik 4 orang, endut-endut, pas lihat argo cuman Rp 9 ribu, bayarnya kagak ada lebihannya", katanya mengeluh. Parahnya, itu orang asing loh yang pelit gitu, hehee.
Makanya dia memutuskan mending ngider cari penumpang. Dan ndilalahnya penumpangnya jauh-jauh banget. Kek aku pas itu ke jatiwarna, terus minta dia nungguin bentar, balik lagi arah Pancoran. Lumayan kan dia dapetnya. Sebelumnya ada penumpang lain yang minta ke Tangerang, itu juga minta ditungguin bolak balik. Jadi dapatnya bersih masih bisa Rp 500.000 katanya. Tetapi itu emang maksimal, yang jelas bersihnya diatas Rp 100.000 deh perhari.
Saya bilang, bapak aneh juga yak. Kan katanya banyak banget supir taksi yang langsung drop pendapatannya setelah ada transportasi online gitu. Banyak juga yang jadinya pindah profesi ke ojek. Eh dia juga bilang, ternyata istrinya sekarang juga ikutan jadi driver ojek online yang khusus cewe. "Emang gak ada anaknya, pak?" Ada sih, dia nyambi ngojek kalau urusan anak sudah kelar, sudah masuk sekolah. Dan lumayan juga pendapatannya."katanya. Si bapak masih nyambung, namanya Jakarta, kadang pengeluaran mengalir kek air. Jadi pendapatan kudu dobel, katanya. Siip deh pak. Semoga lancar jaya rezekinya.
Dan mengenai dilema transportasi online, kenapa para owner taksi tidak berkaca yak? Taksi tetap akan dicari kok, tetapi mau gak dia juga lebih mensejahterakan para supirnya? Setoran diturunkan, kalau bisa para supir taksi dikasih saham di perusahaannya. Mirip koperasi gitu. Atau kasih banyak benefit ke penumpang, seperti diskon, tarif diturunkan, ada promosi dan sebagainya. Kalau demo gini, supir taksi rasanya hanya jadi 'bemper' bagi owner taksinya aja. Mereka makin menjerit, karena setorannya memang tinggi.
Yang jelas, pihak regulator dalam hal ini, pemerintah harus adil. Regulasi dibuat sebaik-baiknya untuk mensejahterakan rakyat. Kalau masalah transportasi online belum ada di regulasi, ya kudu direvisi regulasinya dengan menghadirkan berbagai stakeholder terkait transportasi.
Ya sudah gitu aja. Salam Kompasiana!