Lihat ke Halaman Asli

Ilyani Sudardjat

TERVERIFIKASI

Biasa saja

Wah, Ucapan Terima Kasih Menkeu Salah Sasaran!

Diperbarui: 28 Januari 2016   07:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Terkait penerimaan cukai sebesar Rp 180 Trilyun, Menkeu mengucapkan terima kasih kepada 4 industri rokok, yaitu PT HM Sampoerna, PT. Gudang Garam, PT. Djarum Tbk dan PT. Pdi Tresno. Wah, kalau menurut saya, ucapan terima kasih itu salah sasaran. Karena siapa sebenarnya yang membayar cukai? Ya konsumen! Kalau industri rokok mah, keuntungannya dari jualan rokok mencapai trilyunan rupiah. Apalagi untuk PT HM Sampoerna yang sudah dibeli oleh Philip Morris, keuntungannya ya masuk ke negara prinsipalnya di AS sono.

Cukai atau kalau di luar negeri disebut 'sintax' atau 'pajak dosa' dikenakan kepada produk yang seharusnya distribusi atau peredarannya terbatas dan diawasi secara ketat seperti minuman keras, rokok, atau bahan berbahaya beracun (B3).  Jadi kalau negara mengapresiasi peningkatan cukai, berarti kementerian keuangan bangga dengan peningkatan 'pajak dosa' ini. Jadi saran saya, kalau hendak berterima kasih, maka berterima kasihlah kepada:

1. Pasien Rumah Sakit. Silahkan berkunjung ke RS Persahabatan (rujukan paru nasional). Disana pasien paru membludak hingga 4 kali lipat. Percayalah pak, merekalah yang membayar cukai tersebut dan sekarang menebusnya dengan 'sakit paru, dari PPOK hingga kanker stadium akhir. Jadi ingat seorang dokter RS Persahabatan yang cerita memiiki pasien kanker paru, tetapi disuruh berhenti merokok tetap gak bisa saking kecanduannya! Sungguh, berterima kasihlah pada mereka pak, karena membayar cukai!

Setelah dari RS Persahabatan, bapak juga bisa melanjutkan ke RS Kanker Dharmais, dan RS yang menangani stroke, jantung, yang rata-rata merupakan para pecandu rokok.

2. Atau bapak bisa berterima kasih kepada para supir angkot, metromini, bis antar kota, kopaja yang tingkat kecanduan rokoknya sudah sangat parah. Juga kepada para tukang becak, kuli bangunan yang setia merokok, sehingga anggaran rumah tangganya tersedot untuk biaya rokok. Gak bisa beli susu, telur, ayam, ikan, karena kesedot beli rokok.

Yang sedihnya, kadang mereka mau berhenti merokok, tetapi sulit sekali kalau sudah kecanduan. Kami pernah mengadakan sesi terapi dengan pijat gratis untuk menghilangkan kecanduan rokok, dan ada seorang supir yang bisa 5 bungkus/hari merokoknya. Tubuhnya begitu ringkih, kurus dengan wajah yang tirus dan terus menerus batuk. Gak mau ke dokter karena takut.

Rokok dikonsumsi oleh sekitar 60% rakyat miskin Indonesia. Jadi merekalah sejatinya para pembayar cukai tersebut, yang sudah berpeluh-peluh bekerja, dan pendapatannya dipakai untuk membeli rokok!

Ya sudah gitu saja. Semoga Indonesia menjadi negara yang diberkahi Ilahi, dengan pajak yang terbaik, dari rezeki yang baik, bukan menumpu dari 'pajak dosa'.

Salam Kompasiana!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline