Kecelakaan yang menimpa pesawat Lion Air (Boeing 737-800) dari di Bali (dari Bandung) kembali mengusik pertanyaan mengenai keselamatan penerbangan di Indonesia. Menurut Fadli Zon (Kompas.com), kecelakaan pesawat di Indonesia tertinggi di Asia, dengan tingkat kecelakaan mencapai 9 kali per tahun, jauh di atas rata-rata negara Asia lainnya yang 3-4 kali setahun.
Untuk Lion Air sendiri, kecelakaan pesawatnya sepanjang yang terekam media adalah sebanyak 10 kali. Yang terparah dan menewaskan penumpangnya terjadi di Adi Sumarno Solo, karena 26 orang penumpangnya tewas akibat kecelakaan ini.
Apa penyebab kecelakaan Lion Air di Bali? Dari liputan Reuters, perkiraan awal karena yang menangani landing adalah co-pilot (warga India, Chirag Carla ) yang notabene jam terbangnya masih 2000. Ketika landing, pesawat sudah kelewatan landasan, sehingga hendak naik lagi.
Ketika hendak naik lagi ini, baru pilotnya turun tangan. Tetapi sudah telat, pesawat tidak bisa naik lagi. Sebagai catatan, pilotnya sendiri jam terbangnya sudah sekitar 15.000 kali. Yang menjadi pertanyaan, kok bisa landing ditangani co-pilot? Atau ada penyebab lain?
Syukurlah, laut menyelamatkan, sehingga tidak terjadi benturan keras. Dan semua penumpang selamat, walau ada yang luka-luka. Dan semoga kecelakaan ini menjadi pemicu kontrol yang lebih baik bagi semua instrumen keselamatan penerbangan.
Kalau aku sendiri, pengalaman naik Lion Air beberapa kali memang rada berdebar soal keselamatannya. Yang pertama adalah memang ketika landing, suka tidak halus. Seperti terhempas ketika menyentuh landasan.
Kemudian kasus lain, adalah ketika beberapa waktu lalu pulang ke Medan. Pesawat sudah bergerak, tiba-tiba terhenti lama. Ketika kulihat dari jendela pesawat, ternyata beberapa orang teknisi datang dan memeriksa roda. Ampun dah, pesawat mau take off baru ketahuan kali rodanya bermasalah. Yang jelas ketika itu mesin sudah nyala dan penumpang menunggu lama di pesawat. Setelah para teknisi pergi, baru berangkat.
Yang lainnya lagi, sebenarnya tidak terkait keselamatan penumpang. Tetapi menunjukkan manajemen yang amburadul. Ketika itu juga pesawat sudah bergerak hendak take off. Tiba-tiba pesawat berhenti. Kami sudah berdebar, khawatir mesinnya bermasalah.
Tiba-tiba dari belakang kucluk-kucluk ada bule lewat sambil bilang sorry, sorry. Eh ternyata dia salah naik pesawat, mau ke Bali naik yang ke Medan. Kok bisa ya? Jadi dia turun di tengah landasan, untuk naik pesawat Lion Air yang hendak ke Bali (mungkin ke ruang tunggu lagi?). Berbahaya kan? Ampun dah.
Semoga setelah ini, otoritas kompeten benar-benar serius menangani masalah keselamatan penumpang ini. Kontrol terhadap manajemen dan kondisi pesawat benar-benar dilakukan dengan baik.
Ya sudah, Salam Kompasiana!