Lihat ke Halaman Asli

Ilyani Sudardjat

TERVERIFIKASI

Biasa saja

Kepada Yth. Pak Tifatul; RUU Penyiaran untuk Kepentingan Publik atau Pengusaha?

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Hari ini mendapat permintaan dukungan petisi dari teman mengenai RUU Penyiaran.  RUU ini sedang dibahas di DPR, tetapi dari Daftar Inventaris Masalah yang dibuat oleh Kementrian Komunikasi dan Informasi, dimana Menterinya adalah Pak Tifatul Sembiring, terdapat beberapa poin yang menunjukkan bahwa pemerintah hendak kembali kepada masa otoriter untuk mengontrol media.

RUU Penyiaran usulan Kemenkominfo  ini (berdampingan dengan inisiatif DPR) memiliki potensi mematikan iklim demokrasi. Karena didalam beberapa pasal, seperti pasal 6, pemerintah menyebutkan bahwa penyiaran dikuasai oleh negara, dan pemerintah menetapkan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian siaran. Bahkan pertimbangan otonomi daerah dan iklim demokrasi yang dimasukkan di dalam RUU Penyiaran versi DPR dihapuskan oleh RUU Penyiaran versi kemenkominfo.

Selain itu, pemerintah juga akan mengontrol Lembaga Penyiaran Publik (LPP), dewan pengawas diangkat oleh Presiden dan Direksi diangkat oleh Menteri. Dengan struktur seperti ini, LPP dikhawatirkan hanya akan menjadi corong pemerintah, tidak melayani publik secara independen.

Yang parahnya, RUU usulan Kemenkominfo ini juga mempunyai potensi mematikan TV swasta, kecuali yang raksasa, karena rujukan kepemilikan TV swasta nya tidak jelas. RUU ini juga mengkerdilkan peran KPI, sebatas hanya sebagai lembaga pengawas isi siaran. Pembentukan hingga perekrutan anggotanya dilakukan oleh Menteri. Padahal idealnya KPI juga bisa berfungsi sebagai regulator independen.

Dan yang anehnya, RUU versi Kemeinfo ini juga membolehkan iklan rokok di media elektronik. Padahal RUU Penyiaran versi DPR sudah ada pelarangan lembaga penyiaran mempromosikan zat adiktif, sesuai dengan UU Kesehatan no.36 tahun 2009.  Diduga ini adalah lobi industri rokok kepada kementrian komunikasi dan informasi, yang digawangi oleh pak Tifatul Sembiring? Sungguh aneh, seorang Menteri dari PKS ikut mempromosikan iklan rokok di media elektronik?

Selain itu, yang alot dalam pembahasan RUU ini adalah mengenai digitalisasi penyiaran. Selama ini digitalisasi dilakukan secara otoriter oleh Kemenkominfo melalui Peraturan Menteri (Permen) 22. Anehnya, Permen ini sudah digugat oleh Asosiasi TV Lokal Indonesia (ALTVI) dan Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia (ATVJI) ke MA dan dimenangkan oleh penggugat. Jadi seharusnya Permen batal, karena bertentangan dengan PP (peraturan Pemerintah; yang notabene hierarki peraturannya lebih tinggi) no 50/2005.

Tetapi Kemenkominfo tetap menjalankan Permen ini. Padahal pembuatan Permen ini sendiri tanpa melibatkan KPI. Jadi Permen ini menghilankang peran KPI, melanggengkan konsentrasi penguasaan media, dan menjadikan kemenkominfo sebagai penguasa tunggal. Dan dengan Permen ini pula, pemenang zona siaran di beberapa daerah dimenangkan oleh 5 penguasa TV Nasional, yaitu RCTI/MNC, TV One/Anteve, SCTV/Indosiar, Trans, dan Metro TV.  Ada lobi tertentu oleh penguasa TV pemodal gede ini kepada Menteri? Dan sekarang substansi isi Permen hendak dibawa oleh Kemenkominfo ke dalam RUU Penyiaran. Pesanan siapa?

Semoga RUU Penyiaran ini bisa kembali ke substansi sebagai regulasi yang berpihak kepada kepentingan publik, dan menjaga gawang demokrasi Indonesia.

Ya sudah, Salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline