Masalahnya mereka sudah bukan otoritas kompeten untuk memperbaiki keadaan bencana seperti ini. Jadi percuma, gituu loh! Mending melist pekerjaan yang sudah atau belum dilakukan otoritas kompeten yang ada sekarang.
Kalau saya sungguh menghargai upaya Jokowi selama 1 tahun 3 bulan menjabat, dan berharap upaya sinergis dengan otoritas pusat, dalam mengatasi bencana banjir ini.
Apalagi ketika Jokowi/ Pemprov DKI memberi danah hibah kepada Bogor untuk membongkar vila liar di Puncak. Sebanyak 231 vila liar sudah diratakan tahun 2013 dan tahun 2014 dana hibah itu berjumlah 2 kali lipat. Dan untuk mengatasi banjir juga, DKI menyediakan dana membangun waduk di Ciawi dan Depok, sesuai dengan kesepakatan di Katulampa yang dihadiri oleh Aher, walkot dan Bupati Bogor, Bekasi, Depok dan Tangerang. Sinergi dan beneran kerja itulah yang penting!
Dan seharusnya otoritas yang lebih tepat mengkoordinasikan adalah Kemen PU. Kemen PU digawangi oleh Pak Joko Kirmanto sejak tahun 2004. Dan hampir setiap tahun alokasi anggaran Kemen PU merupakan 3 besar tertinggi di APBN.
Tahun 2012 anggarannya Rp 60-an T, 2013 Rp 70-an T dan tahun 2014 Rp 80'an Trilyun, tertinggi ke dua setelah militer. Dan pembagian tugasnya pun sebenarnya sudah jelas. Yaitu untuk sungai-sungai besar yang mengaliri Jakarta, tanggul, jalan protokol negara, waduk besar, itu urusannya Kemen PU. Tetapi sejauh mana kuantitas dan kualitas pekerjaannya?
Apalagi Jakarta sebagai ibukota negara, tentu perhatian lebih seharusnya dicurahkan. Betdadarkan data BNPB, banjir besar melanda Jakarta itu bisa dikatakan 5 tahunan yaitu 2002, 2007, 2013 dan 2014. Ada anomali di tahun 2012, dimana tidak terjadi banjir 5 tahunan. Tetapi pelajaran dari tahun 2007 -dimana pak Joko Kirmanto sudah jadi Mentri PU, tidak membuat pemerintah pusat ngebut membenahi sungai-sungai dari hulunya.
Ya sudah, Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H