Lihat ke Halaman Asli

Ilyani Sudardjat

TERVERIFIKASI

Biasa saja

Anas vs Mertuanya, Seorang Kyai yang Menolak Tanah Milyaran dari Anas?

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika saya menulis mengenai Misteri Pesatnya Asset Anas, sdr.Elde komen bahwa tanah puluhan hektar yang dibeli Anas untuk pesantren Krapyak ditolak oleh mertuanya sendiri, KH.Attabik Ali, karena diragukan sumbernya.

Tanah itu seluas 15 ha dan dibeli Rp 50 M? Dan dugaannya tentu karena Anas juga ingin membawa pengaruh diri dan partainya ketika itu kepada pesantren Krapyak. Maklum, pesantren ini sangat berpengaruh.

Benarkah itu? Saya mencoba menelusuri google tetapi informasi terkait pesantren Krapyak dan Anas sangat minim, kecuali informasi remeh temeh seperti mertuanya yang datang ke Jakarta ketika anak Anas khitanan. Tetapi mengingat kredibilitas pesantren Krapyak dan sdr.Elde sebagai orang Jogja, bisa jadi info ini benar.

Mertua Anas, KH Attabik Ali adalah putra pendiri pesantren Krapyak, KH Maksum Ali. Pesantren Krapyak merupakan pesantren Al Quran, termasuk yang paling awal dan paling bagus di Jogja.

Saya ingat ketika kuliah sempat kesini untuk mengikuti kursus singkat yang diadakan teman-teman mahasiswa. Pesantren ini dipilih karena kredibilitasnya.

Seandainya Anas mengikuti teladan mertuanya, seorang Kyai, yang mendalam agamanya tentu tidak akan seperti ini. Teladan dalam hal kezuhudan, berhati-hati, dan tawadhu (berendah hati). Bahkan istrinya pun tak mampu, atau memang begitu atau sekedar ikut apa kata imamnya atau suaminya? Tanpa mengingatkan bahaya sumber harta yang tidak jelas?

Dan pesantren Krapyak semoga juga dapat cukup menahan diri dalam kasus Anas. Biarlah proses hukum berjalan dengan fakta-fakta yang akan terungkap di pengadilan. Pesantren Krapyak tetap menjaga independensinya.

Walaupun hubungan yang sangat erat menyangkut putri  atau cucu pendirinya sendiri dan mantu sang Kyai.

Jangankan hubungan darah, bahkan sekarang pesantren memang berada di pusaran politis. Semua tokoh ingin 'masuk' untuk 'membeli' masa santri yang jumlahnya ribuan. Massa riil yang masih nurut pada apa kata Kyainya.

Dan kyai yang mampu tetap menahan diri dari godaan tokoh atau parpol, tetap jujur, istiqamah, zuhud, berarti memang beneran Kyai..manusia yang melihat dan melangkah dengan cahaya Ilahi..

Ya sudah gitu aja. Salam Kompasiana!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline