Lihat ke Halaman Asli

Ilyani Sudardjat

TERVERIFIKASI

Biasa saja

Nelayan Marunda: Kami Belum Tersentuh oleh Jokowi

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13874396241823052683

[caption id="attachment_309890" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/Admin (properti.kompas.com)"][/caption] Kemarin ketika mengadakan acara pertemuan stakeholders terkait UU Pangan 2012, teman dari Kiara (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan) ikutan hadir. Teman yang melakukan pendampingan kepada nelayan di Marunda ini bercerita bagaimana nasib nelayan Marunda. Diantaranya, para nelayan memang sudah tidak bisa melaut lagi, apalagi setelah adanya reklamasi disini. Dan saking tidak adanya pangan yang bisa dimakan, jika bertemu kadal akan mereka makan, begitu juga untuk sayur mayur, mereka makan eceng gondok yang tumbuh di sekitar sana. [caption id="attachment_309866" align="aligncenter" width="403" caption="Karya Nelayan Marunda. Foto by Ilyani"]

1387433609819172023

[/caption] Duh, mirisnya. Sebelumnya, kami sendiri baru beberapa waktu lalu datang kesini untuk melakukan penyuluhan. Dan bertemu dengan ibu-ibu  nelayan. Berkat upaya teman-teman yang mendampingi disana mereka juga dibekali dengan ketrampilan mengolah kerang-kerang yang banyak berserakan menjadi kerajinan yang unik. Inipun para  nelayan ini tidak mempunyai modal. Akhirnya teman-teman pada urunan dan memberikan permodalan kepada kelompok ibu-ibu ini. Hanya sayangnya, ketika produk sudah jadi, yang bingung adalah pemasarannya.

[caption id="attachment_309867" align="aligncenter" width="302" caption="Penyuluhan ke Nelayan Marunda. Foto by Ilyani"]

13874336941761882452

[/caption] Nah, ketika mengobrol dengan mereka, satu yang saya tanyakan adalah kesan dengan adanya kepemimpinan baru di Jakarta. Apakah membawa kebaikan? Tetapi dengan pesimis mereka bilang, yaitu, "Kami belum tersentuh oleh Jokowi.' Malah dengan adanya reklamasi ini, kehidupan para nelayan disini semakin sulit. Kemana mereka hendak berteduh karena penggusuran tinggal menunggu waktu? Sikap Jokowi mengenai Reklamasi; Berkaca dari Reklamasi PIK Reklamasi Pantura Jakarta memang bukan barang baru. Pemprov DKI Jakarta sudah mencanangkan hal ini dengan menerbitkan Perda no.8 tahun 1995 mengenai Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta.  Untuk melaksanaka proyek ini, ada 6 perusahaan yang ditunjuk oleh Pemprov. Dan pembangunan sudah dilakukan, walaupun ketika itu masalah Analisa Dampak Lingkungan nya digugat oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) ke pengadilan.

[caption id="attachment_309868" align="aligncenter" width="594" caption="Pembangunan GSW, dan Dampak yang Bisa Terjadi. Sumber: http://jakartagreater.com/ibu-kota-negara-antara-jakarta-karawang/"]

1387433763611641047

[/caption] Yang anehnya, secara legal seharusnya Amdal masih bermasalah, karena MA memenangkan KLH terkait AMdal ini. Tetapi pihak Pemrov jalan terus dengan ambisi pembangunan reklamasi pantai ini. Setelah reklamasi berjalan hingga kini, beberapa kejadian yang terkait dampak lingkungan memang terjadi, diantaranya adalah: banjir besar di DKI Jakarta 2002, 2007. Kemudian jalan tol ke bandara juga terendam banjir hebat. Selain itu, kualitas lingkungan di sekitar Pantura Jakarta semakin memburuk, dengan jumlah mangrove yang menurun drastis, teluk jakarta semakin terkontaminasi limbah, dan nelayan yang tidak bisa lagi mengakses laut, karena tanah pantainya telah dikapling pengusaha besar. Sungguh reklamasi yang terlanjur terjadi hanyalah bagian dari pembangunan properti perumahan mewah, tetapi tanpa melibatkan nelayan yang menjadi korban disekitarnya. Dan seminggu yang lalu, Jokowi memang diminta hadir ke DPR menjelaskan soal reklamasi ini dan pembangunan Giant Sea Wal (GSW). Disini Jokowi menekankan komitmen untuk tetap memperhatikan kesejahteraan nelayan. Dan kajian AMDAL-nya, yang sebelumnya dibuat berbasis proyek, dengan rencana sebesar ini, seharusnya tidak bisa lagi sekedar berbasis proyek, tetapi seharusnya terintegrasi terkait dampak secara regional (AMDAL Regional), sesuai tuntutan KLH yang dimenangkan di MA, tetapi dicuekkan oleh Pemprov DKI Jakarta (masa Foke). Semoga Jakarta Baru benar-benar Jakarta yang memperhatikan keberlanjutan, daya dukung alamnya, dan keberpihakan yang jelas kepada rakyat cilik, bukan ke pemodal besar. Ya sudah, Salam Kompasiana!



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline