Lihat ke Halaman Asli

Ilyani Sudardjat

TERVERIFIKASI

Biasa saja

Ternyata Jagung Transgenik Mengancam Kesehatan Manusia

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13497666471256103345

[caption id="attachment_217131" align="aligncenter" width="496" caption="admin/ilustrasi/KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO ilustrasi"][/caption] Beberapa hari yang lalu, Tim Teknis Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan (TTKHKP) mengeluarkan rekomendasi keamanan terhadap jagung transgenik NK 603 dan MON 89034. Rekomendasi ini sangat disayangkan, karena ternyata tim teknis hanya melakukan uji dokumen yang diusulkan oleh proponen (pemilik benih) dan itupun merupakan dokumen lama. Jadi, tim teknis mengabaikan prinsip kehati hatian dengan tidak melakukan penelitian sendiri, ataupun membandingkan dokumen tersebut dengan penelitian penelitian terkini yang banyak dilakukan di beberapa negara. Seperti jagung transgenik NK 603, ternyata penelitian terbaru (Food and Chemical Toxicology, 2012) oleh Prof. Seralini menunjukkan bahwa jagung ini berdampak bagi meningkatnya tumor payudara pada mencit betina dan kegagalan hati serta ginjal bagi mencit jantan. Pelepasan benih transgenik memang harus dilakukan sangat hati hati. Jangan sampai terjadi seperti kasus di Philipina, dimana jagung transgenik bukannya meningkatkan kesejahteraan petani, tetapi malah membuat bangkrut, serta berdampak bagi kesehatan dan lingkungan pertanian disana. Dampak Kesehatan, Lingkungan dan Ekonomi Jagung Transgenik di Philipina Dari penelitian yang dilakukan oleh CI bekerjasama dengan IBON dan MASIPAG, ternyata jagung transgenik juga mengancam kesehatan para petani yang menanamnya. Dampak kesehatan yang dikeluhkan oleh petani berdasarkan penelitian ini adalah: petani yang terlalu lama kontak dengan jagung Bt, mengeluhkan sakit perut, diare, nyeri dada, gatal dan alergi kulit. Sementara petani dan keluarganya yang memakan jagung muda Bt, mengeluhkan mati rasa pada bibir dan lidah. Selain itu, petani juga mengeluh, terjadi peningkatan penggunaan pupuk kimia dan pestisida kimia, yang berdampak bagi kesehatan petani, dan kontaminasi kimia yang semakin parah bagi lingkungan. Penelitian ini juga meninjau dampak ekonomi bagi para petani tersebut. Ternyata penanaman jagung transgenik ini membuat bankrut petani. Hal ini terjadi karena biaya benih naik 282% dari sejak benih dibeli, dan menjadi beban kenaikan biaya produksi pertanian sebesar 21% dari total biaya. Selain itu, terdapat kenaikan pemupukan kimia dan pembasmian hama yang dilakukan petani sebesar 23%. Ini berarti tidak sesuai klaim perusahaan penghasil benih yang menyatakan bahwa benih transgenik dapat mengurangi pemakaian pupuk kimia dan pestisida kimia. Dan yang parahnya, untuk pestisida RR yang harusnya satu paket dengan benih transgenik RR, ternyata dijual terpisah oleh perusahaan bersangkutan. Dan ini lagi lagi menjadi beban petani. Penelitian yang dilakukan tersebut dilakukan di area: Pangasinan, Isabela, Capiz, lloilo, Bukidnon, South Cotabato, dan Sultan Cudarat, Philipina, dimana telah dilakukan penanaman jagung transgenik. Selain itu, di India, terdapat ribuan petani kecil yang bunuh diri karena terjerat hutang di pertanian transgenik ini. Beritanya dapat dilihat di sini, dari dailymail. Indonesia, tidakkah Pemerintah Peduli pada Benih Lokal Dahulu? Petani Indonesia sudah banyak bereksperimen dalam meningkatkan hasil produk pertaniannya. Begitu juga balai balai penelitian asli Indonesia yang telah mengembangkan benih benih yang juga produktif, tetapi dengan keseimbangan alam yang lebih terjaga. Tetapi mengapa pemerintah malah buru buru melirik benih transgenik? Bukankah sudah pengalaman juga kegagalan kapas transgenik di Sulawesi? Dan sekali lagi, ini kutipan pernyataan aliansi Desa Sejahtera soal Benih Transgenik: Ditengah ancaman krisis pangan, sudah waktunya kebijakan pangan mendukung produsen pangan skala kecil di negeri ini. Keberpihakan dan dukungan membabi buta terhadap produsen pangan global hanya memberi keuntungan bagi perusahaan pemilik benih hasil rekayasa genetik. Dukungan lebih baik diberikan kepada para peneliti dan juga petani yang sudah mengembangkan berbagai macam benih berdasarkan sumber daya lokal yang sesuai untuk menjawab tantangan kondisi setempat. Link sebelumnya: Hasrat AS mengusai Hulu - Hilir Pertanian Indonesia melalui Transgenik Ya Sudah, Salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline