Jagung transgenik? Mendengar namanya saja sudah seperti mendengar makhluk alien kali ya. Disebut transgenik karena penanaman jagung ini dilakukan dengan menyisipkan gen makhluk hidup lainnya pada benih jagung tersbeut. Gen makhluk hidup tersebut bisa jadi bakteri, virus, dsbnya.
Untuk benih transgenik ini, sebenarnya bukan hanya jagung saja yang marak, tetapi juga benih kedelai, kanola, dan uji coba juga sudah dilakukan terhadap beras dan beberapa produk pangan segar lainnya.
Benih benih transgenik ini diproduksi oleh perusahan multinasional raksasa dunia, Monsanto. Perusahaan ini menguasai 90% pasar benih transgenik dunia, sisanya dikuasai oleh Aventis dan Bayer (?). Kekhawatiran terhadap benih transgenik yang masuk ini, bukan saja pada aspek keamanannya, tetapi juga pada aspek lingkungan, dan sosial budaya di negara dimana benih ini ditanam.
Seorang scientis, Dr. Mae Wan Ho menyebutkan bahwa 'masyarakat dunia sama sekali tidak siap menghadapi dunia rekayasa genetik yang menampilkan korporasi multinasional raksasa nirwajah. Mereka akan mengontrol seluruh aspek kehidupan mulai dari makanan sampai bayi yang akan dilahirkan...('the unholy alliance', the ecologist, 1997)
Perusahaan MNC raksasa itu bukan hanya memonopoli hulu-hilir lintas produk transgenik, tetapi juga memonopoli penguasaan paten atas rekayasa genetik. Tidak akan ada satupun scientis, utamanya di negara berkembang akan bisa mandiri mengembangkan benih rekayasa genetikanya sendiri tanpa dikooptasi oleh perusahaan ini.
Lolosnya Jagung Transgenik oleh BPOM, kok Bisa?
Rambu rambu lintas dagang pangan rekayasa genetika antar negara di dunia diatur oleh Protokol Cartagena, protokol yang menekankan prinsip kehati hatian (precautionary principle). Sayang, Amerika Serikat, base nya Monsanto belum mau meratifikasi protokol ini.
Dalam prinsip ini, jika suatu produk pangan rekayasa genetika belum terbukti aman, tindakan pencegahan lebih baik dilakukan. Tindakan pencegahan ini tentu termasuk menolak masuknya pangan rekayasa genetika impor tersebut ke negara bersangkutan. Termasuk disini ke Indonesia, yang memang telah meratifikasi Protokol Cartagena tersebut.
Tetapi tampaknya prinsip tersebut diabaikan oleh BPOM. Apalagi beberapa penelitian menunjukkan bahwa pangan ini terbukti berbahaya bagi kesehatan manusia. Bahkan suatu jurnal ilmiah, Food and Chemical Toxicology, 2012, memuat hasil penelitian Prof. Seralini dari Perancis yang menunjukkan bahwa tikus betina yang diberi makan jagung transgenik RR NK 603 menderita tumor payudara, sementara tikus tikus jantan menderita kerusakan ginjal dan hati.
Jagung RR NK 603 inilah yang diloloskan oleh BPOM.
Tidak Cukupkah Pelajaran dari Kementan?