[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Jokowi (Sumber: Kompas.com)"][/caption] Ketika Jokowi mengumumkan postur kabinetnya, eh langsung ada berita yang bilang bahwa Kementrian Agama (Kemenag) bakal dihapus. Ada yang bilang akan digantikan menjadi Kementrian Urusan Haji, Zakat dan Wakaf. Mana yang benar? Ya belum tahu, kan belum diumumin, hehee. Kalau saya sendiri, dua-duanya kagak setuju, Kemenag dihapuskan, maupun dirubah menjadi Kementrian Urusan Haji, Zakat dan Wakaf. Saya setujunya Kemenag tetap ada, tetapi dengan fungsi yang dirombak total. Malah dalam perombakan yang menjadi bayangan saya, Kemenag gak perlu ngurusin haji, zakat dan wakaf. Nahloh. Kemenag tetap penting ada hanya sebagai badan regulator yang menyangkut sendi-sendi kehidupan beragama masyarakat, baik internal suatu agama, maupun antar agama/ kepercayaan. Kemenag menjadi perekat Indonesia menyangkut tata kelola kehidupan beragama masyarakat. Ini sangat penting, memisahkan antara urusan yang menyangkut sebagai regulator, pemonitor/pengawas dan operator, karena penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi akan besar sekali. Korupsi dana haji yang menyeret SDA menjadi bukti, belum lagi masalah pengadaan AL Quran, buku agama, dan seterusnya. Bos saya pernah cerita kalau petinggi KPK bilang ada 3 lembaga yang KPK frustrasi mendampinginya untuk transparan dan profesional, yaitu Kemenag, BPN dan (ehmm, suerr yang satu lagi bos gw lupa, padahal aku dah kepo level9). Yang saya bingung, walaupun Kemenag berfungsi sebagai kementrian yang ngurusin agama, tetapi terkait konflik-konflik agama kok diem aja? Masalah ISIS juga mingkem. Padahal lembaga apa lagi di negara ini yang bisa menjadi rujukan kebijakan keharmonisan beragama selain Kemenag? Masa Kemenhub? Yang paling ribet urusan Haji nih. Selama ini sudah ada wacana, Haji harus diurus oleh lembaga independen, yang terpisah dari Kemenag. Tetapi justru itu, karena uang yang berputar disini guede banget, Kemenag tidak mau melepas? Dari semua sektor pelayanan haji, semuanya bisa jadi celah atau peluang korupsi. Mulai dari catering, memasukkan nama calhaj, pondokan, penerbangan, tes kesehatan calhaj, proses manasik hingga pengadaaan barang-barang bagi jamaah. Emang berapa sih komponen biayanya, kalau kita boleh tahu? Website Info haji sama sekali tidak terbuka soal ini. Dan apakah strategis jika Kemenag ngurusin teknis soal Haji? Tidakkah seharusnya yang penting bagaimana Kemenag mengembangkan regulasi sistem tata kelola Haji yang baik, transparan, profesional. Dikerjakan oleh lembaga independen yang profesional (seperti OJK atau BPJS), diawasi oleh stakeholder (kemenag, masyarakat, akademisi). Apalagi dana yang dikelola Haji jauh lebih besar dari BPJS, sekitar Rp 70 Trilyun dan terus bertambah dari tahun ketahun, karena kenaikan peminat Haji dengan waktu tunggu yang lebih lama. Bandingkan dengan BPJS, dana yang dikelola berkisar Rp 40 - 50 Trilyun. Kemudian, direktorat yang aneh lagi menurut saya adalah direktorat jenderal pendidikan Islam. Tidakkah ini tumpang tindih dengen Kementrian Pendidikan? Beberapa bulan yang lalu, ada teman saya guru di salah satu sekolah agama, yang dengan sinisnya cerita gimana sekolahnya sangat korup. Lah, karena saya pengen bantuin dia, saya sms ke Ahok, supaya Ahok mau bantuin biar gak korup lagi. Gak ditanggapin (huaaa...). Ternyata kata teman saya yang lain, urusan sekolah agama adanya di Kemenag. Benarkah? Ini juga salah satu indikator parah yang saya lihat di Kemenag. Belum lagi pengadaan bukunya tuh. Celah korupsi yang luar biasa. Jadi, harapan saya mengenai Kemenag: 1. Kemenag merupakan perekat keharmonisan beragama di Indonesia yang memiliki regulasi yang jelas, bagus dan detil mengenai tata kelola internal agama, antar agama, mengelola konflik agama, menghadapi terorisme dan seterusnya. Rajin mengadakan dialog-dialog keagamaan, kegiatan positif antar agama, antar kepercayaan. 2. Mengembangkan regulasi mengenai sistem kelembagaan yang profesional terkait urusan haji, zakat dan wakaf. Haji urusannya sudah ribet buanget, mending bikin lembaga sendiri. Gitupun Zakat sudah ada Bazis. Tetapi bagaimana tata kelola zakat yang bisa memiliki daya ungkit makjleb untuk mengentaskan kemiskinan? Lah, ketika manasik haji saya baru tahu kalau daerah Jaksel doank nih zakatnya bisa Rp 25 Milyar setahun! Tetapi masih ada ribuan anak jalanan disini. Bagaimana mengintegrasikannya dengan lembaga zakat yang lain? Seperti DD, untuk area DKI, setiap bulan bisa dapet Rp 16 Milyar loh! Tetapi kenapa, kenapa kemiskinan masih begitu pekat? Kemana dana itu? Regulasi tata kelola itu yang harus dipikirkan secara serius. Ada regulatornya (Kemenag), ada operatornya (BAZIS, misalnya) dan ada pengawasannya (oleh stakeholder), yang bisa melaporkan ke KPK jika ada indikasi korupsi. 3. Mengembangkan regulasi terkait sistem pendidikan agama yang memiliki daya ungkit dalam meningkatkan religiusitas, olah fikir, pengentasan kemiskinan, berperan dalam menjaga pri kehidupan manusia, lingkungan di planet bumi ini. Jadi itu deh menurut saya idealnya. Jika tetap sebagai regulator ya die, yang operator juga die, terus yang ngawasin juga die die juga, ya gak bisa maju sistemnya. Mesti korupsinya tetap gila-gilaan. Godaan penyalahgunaan kekuasaannya terlalu luarr biasa. Ya sudah gitu aja. Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H