Ramadhan sudah hampir diakhir bulan. Tidak terasa sudah 23 kita melaksanakan ibadah puas, menahan diri dari lapar dan haus. Lebih dari itu semua kita menahan diri dari hawa nafsu untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak boleh dilakukan saat bulan puasa. Bila dibulan-bulan ramadhan tahun sebelumnya H-7 menjelang lebaran seperti ini jalanan sudah macet. Jalur mudik sudah dipadati oleh para pemudik. Orang-orang yang bekerja di ibu kota sudah mulai bergerak memenuhi angkutan-angkutan umum, mobil-mobil pribadi mereka berjejer di jalanan menuju kampung halaman.
Biasanya juga berita-berita menampilkan reportase mereka tentang keadaan jalur mudik yang mulai padat. Melaporkan reposrtase mereka tentang jalur-jalur mana saja yang sudah mulai dipadati pemudik. Melaporkan di berbagai tempat yang dijadikan pemudik untuk berkumpul menggunakan kendaraan umum untuk mudik. Dari mulai stasiun, bandara, terminal dan lainnya. Nyatanya pemadangan itu semua. Reportase tentang mudik tahun ini tidak akan seramai tahun sebelumnya. Tidak akan ada berita khusus yang diberi tajuk mudik 2020. Mengapa demikian?
Sepertinya tidak perlu saya sebutkan alasannya. Kita semua sudah tahu pasti. Bahwa alasannya adalah karena kondisi bangsa kita yang tengah melawan wabah virus Corona. Virus yang menyuruh kita untuk tidak kemana-mana cukup di rumah aja. Virus yang membuat kita semua harus mengurangi kegiatan di luar rumah. Menjaga diri dari kerumunan. Menjaga jarak dengan diadakannya social dan pshycal disatancing. Dan mudik salah satu yang dilarang pemerintah. Supaya tidak ada lagi penambahan pasien. Supaya memutus mata rantai penyebaran virus Corona.
Tak hanya mudik yang dilarang. Kegiatan yang bersifat sekolah, pekerjaan kantor pun dialihkan menjadi daring. Rapat-rapat pemerintah yang tidak begitu mendesak juga dilakukan secara daring. Kegiatan konser amal juga yang sering kita saksikan di televisi dilakukan secara daring. Akibat kecanggihan teknologi yang sangat pesat memudahkan kita untuk tetap melakukan hal-hal yang tadi semua itu menjadi bersifat online atau daring. Lalu bagaiman dengan mudik? Apakah bisa dilakukan dengan daring?
Tentu bisa dong. Kenapa tidak? Melalui dunia maya melalui satelit telpon, melalui video call, telpon, berkirim pesan. Tentunya kita bisa tetap merasakan mudik. Dengan terus berkabar dengan orang-orang terkasih yang ada di kampung halaman. Ditambah lagi dengan kecanggihan yang ada saat ini. Bila kalian yang sedang di tanah rantau, tidak bisa mudik dan kangen dengan makanan khas lebaran yang biasa tersaji di rumah. Bisa juga dikirimkan melalui paket makanan-makanan lebaran oleh para keluarga dari kampung halaman.
Hal tersebut dilakukan oleh salah satu tetangga saya. Beliau seorang ibu tiga orang anak. Yang mana dua anaknya merantau. Satu di Tenggerang dan satunya di Garut. Tadi pagi beliau bercerita bahwa sudah mengirimkan beberapa kilo beras, beberapa makanan seperti kue kering lebaran untuk kedua anaknya tersebut. Meski dengan ongkos yang agak mahal karena kiloan yang tentunya berat. Itu tidak ada artinya dengan apa yang akan anaknya nikmati di tanah rantau sedirian karena tidak bisa mudik.
Intinya kita masih bisa melakukan banyak hal yang bisa buat kita bahagia. Jika tidak bisa mudik karena situasi dan kondisi saat ini. Tentunya kita bisa menanfaatkan kecanggihan teknologi sekarang untuk tetap terhubung dengan orang-orang terkasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H