Orang tua saya adalah kisah cinta paling tulus yang pernah saya temui, cahaya yang tak pernah redup meski angin kehidupan mencoba memadamkan nyalanya. Mereka adalah jiwa-jiwa hebat, yang dengan segala keterbatasan, berjuang melampaui batas untuk memastikan saya dan saudara-saudara saya dapat berdiri tegak di dunia ini. Dalam segala kesederhanaan, mereka mengusahakan apa pun demi pendidikan kami---menggenggam mimpi-mimpi kami dan menjadikannya tujuan hidup mereka.
Orang tua saya adalah orang-orang yang tidak pernah menuntut lebih dari apa yang saya mampu. Mereka selalu bersyukur atas setiap pencapaian kecil kami, menghargai proses yang kami jalani, dan menjadikan kami kebanggaan mereka, bahkan sebelum kami merasa pantas untuk itu. Mereka tidak meminta kami sempurna, hanya meminta kami tetap berusaha. Dalam cinta mereka, saya menemukan kekuatan untuk menjadi diri saya yang terbaik.
Namun, saya tahu, tak selamanya saya menjadi anak yang mampu membanggakan. Ada saat-saat di mana saya mengecewakan mereka, melukai hati yang seharusnya saya jaga. Tapi cinta orang tua itu luar biasa; ia tidak bertepi, tidak mengenal syarat, tidak terukur. Bahkan, ketika saya sendiri tak mampu mendeskripsikannya, cinta mereka terus hadir---melindungi, membimbing, dan menguatkan.
Terkadang, cara mereka menyampaikan cinta tak selalu sesuai dengan keinginan saya. Kadang ada perbedaan, bahkan pertentangan. Namun, semakin dewasa, saya sadar, apa pun cara mereka, tujuannya selalu sama: menjadikan saya manusia yang lebih baik.
Ada satu momen yang tak akan pernah saya lupakan, momen di mana saya terjatuh begitu dalam, hingga rasanya tak sanggup bangkit. Di tahun 2023, saya pernah berada di titik terendah hidup saya. Kekecewaan melingkupi hati mereka, namun cinta mereka lebih besar daripada itu. Di saat dunia saya terasa runtuh, Mama berkata: "Saat ini, kamu sedang berada di dasar curam. Dan ini Mama datang, mengulurkan tangan, menarik kamu, membawa kamu keluar dari curam tersebut."
Kalimat itu menjadi lentera di kegelapan saya. Mama tidak melihat kesalahan saya sebagai satu kesalahan yang mutlak. Ia merangkul saya, memeluk saya, dan berkata dengan lembut: "Kalau kamu sedang sakit, ayo pulang." Sakit yang dimaksud Mama bukanlah sakit di tubuh, melainkan sakit di pikiran dan hati saya---sebuah luka yang hanya bisa disembuhkan oleh cinta.
Di titik terendah itu, Mama dan Bapak berdiri paling depan, menjadi tameng yang melindungi saya dari kehancuran yang lebih dalam. Mereka berjuang tanpa henti, memastikan saya kembali berdiri, kembali tersenyum, dan kembali melangkah mengejar mimpi-mimpi saya. Perjuangan mereka adalah bukti nyata bahwa cinta orang tua selalu lebih besar daripada rasa kecewa apa pun.
Hingga hari ini, saya ingin mereka tahu, meski mungkin tak pernah saya ucapkan langsung: di lubuk hati yang paling dalam, saya sangat mencintai dan menyayangi mereka. Saya meminta maaf atas segala luka yang pernah saya goreskan di hati mereka, atas setiap rasa kecewa yang tak seharusnya mereka tanggung.
Ma.. Pa..... Izinkan saya menyatakan cinta itu melalui usaha dan bakti saya. Izinkan saya membahagiakan kalian dengan cara yang kalian layak terima. Doa dan restu kalian adalah hal yang saya butuhkan, untuk menjadi anak yang bisa membuat kalian tersenyum bangga. Semoga kalian selalu diberi kesehatan, umur panjang, dan kebahagiaan yang tak pernah surut.
Cinta mereka adalah warisan terbesar yang pernah saya terima, warisan yang tak akan pernah saya sia-siakan. Cinta yang akan saya bawa sepanjang hidup saya, sebagai bekal untuk menjadi anak yang pantas disebut sebagai kebanggaan mereka.