Lihat ke Halaman Asli

Ach Khalilurrahman

Seorang Penulis

PMII, dari Mahasiswa untuk Masyarakat

Diperbarui: 17 April 2023   13:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Demontrasi Mahasiswa (Editan Pribadi)

Bila boleh mengambil perumpamaan, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) bagi saya tak ubahnya seperti pisau bermata dua. Agar dapat berfungsi dengan baik, kedua mata pisau itu haruslah selalu diasah agar memiliki ketajaman yang sama. Sebab bila ada yang tumpul pada salah satu sisinya, nilai guna dari pisau itu secara otomatis juga akan berkurang. Demikiian pula dengan PMII, organisasi kemahasiswaan ini juga memiliki dua sisi yang harus diasah secara kontinyu.

Kedua sisi yang penulis maksudkan tulisan ini adalah kemahasiswaan dan kemasyarakatan. Sebagai organisasi yang bergerak di wilayah kampus dan beranggotakan para mahasiswa, PMII harus terus-menerus berusaha untuk menarik perhatian para pencari ilmu di perguruan tinggi agar bisa bergabung menjadi aktivis pergerakan. Para kader tak boleh ragu dengan ideologi organisasinya sendiri, buktikan pada mahasiswa lain bahwa PMII layak untuk diikuti.

Agar bisa mem-PMII-kan mahasiswa, tentu saja warga pergerakan harus memberikan kesan yang baik saat berada di kampus ataupun di luar kampus. Kuasailah forum-forum diskusi, aktiflah di organisasi intra kampus, dan bahkan kalau bisa, jadilah mahasiswa dengan predikat Indeks Presensi Kumulatif (IPK) tinggi. Buanglah citra negatif yang selama ini melekat di kalangan kampus bahwa aktivis itu jarang kuliah, sering nitip absen, banyak mata kuliah yang mengulang sehingga wisudanya pun molor.

Masuknya ideologi radikal dan anti-nasionalisme ke perguruan tinggi juga menjadi alasan penting mengapa mahasiswa harus diajak masuk ber-PMII. Sebagaimana kita ketahui, belakangan ini kampus-kampus di Indonesia disusupi oleh kaum ekstrimis yang memiliki cara pandang berbeda dalam beragama dan bernegara. PMII sebagai bagian dari keluarga besar Nahdlatul Ulama haruslah mengambil peran agar kondisi ini tidak semakin parah. Susunlah strategi yang matang untuk menghadang laju gerakan lawan.

Untuk itu, kader PMII diharapkan mampu menguasai kegiatan-kegiatan kampus. Jangan biarkan kelompok lain terus berkembang dengan berbagai gerakannya. Kuasailah titik-titik dimana kaum ekstrimis sering memainkan peran, seperti forum-forum kecil atau halaqah, Lembaga Dakwah Kampus, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), bahkan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Ini semua dilakukan guna menyelamatkan civitas akademika perguruan tinggi dari paham lain yang menyimpang, bukan soal jabatan semata.

Selain sisi kemahasiswaan, PMII juga tak boleh abai dengan sisi kemasyarakatannya.  Warga pergerakan harus senantiasa ingat bahwa dirinya bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang Strata 1 tiada lain kecuali berkat, doa, dukungan, dan dana dari masyarakat sekitar, terutama orang tua kita sendiri. Mulai dari saat ini, aktivis PMII harus belajar untuk dekat dengan masyarakat, merasakan penderitaannya, serta bantulah mereka keluar dari persoalan yang sedang dihadapi.

Oleh karena itu, mulai dari sekarang kader-kader yang tengah berproses di PMII haruslah dilatih kepekaan dan kepeduliannya terhadap isu-isu sosial. Warga pergerakan harus belajar analisis sosial, antropologi negara, advokasi masyarakat serta ilmu-ilmu lain yang dianggap penting. Aktivis PMII tidak boleh menjadi intelektual yang hanya duduk ongkang-ongkang kaki sembari berfatwa, ia juga wajib turun ke bawah melihat dan merasakan kondisi masyarakat yang ada di sana.

Sisi kemasyarakatan PMII juga dapat diterapkan melalui sikap kita dalam mencerna informasi. Ketika banjir informasi melanda rakyat hingga lapisan paling bawah, banyak di antara mereka yang hanyut ke dalam pusaran berita yang salah (hoax) serta turut serta menyebarkannya. Masyarakat menelan mentah-mentah setiap informasi yang masuk tanpa mencerna terlebih dahulu seperti apa substansinya. Begitu ada kasus baru yang populer, mereka ikut serta membicarakan dan berpendapat sekalipun ia tak tahu apa-apa tentang tema yang dibahas.

Di sini, kader PMII memiliki tugas untuk memberikan teladan bagaimana menyikapi suatu informasi yang tengah beredar. Seorang aktivis tak boleh gampang kaget dengan suatu isu kontroversial yang tengah viral. Sebaliknya, dengan kematangan berfikir dan kecakapan berorganisasi, ia haruslah bijak dalam berpikir, bertindak, dan berbicara. Berikanlah penjelasan masyarakat akan fakta yang sebenarnya terjadi, uraikanlah benang yang kusut, jangan justru memancing di air keruh dengan mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Terakhir, perlu saya pertegas lagi bahwa warga PMII itu seperti pisau, hanya saja terdapat perbedaan jenis dan ukuran antar sesama individu. Karena perbedaan tersebut, tentu peruntukannya nanti juga berbeda. Ada kader yang fungsinya seperti pisau dapur, bisa memotong barang-barang kecil dan ringan. Ada pula yang dapat diibaratkan seperti pisau besar yang dapat dipakai untuk menyembelih atau memotong daging, dan lain sebagainya. Seperti apapun bentuk pisaunya, kader PMII tentu harus senantiasa bersabar dan bersyukur.

Syukuri posisi yang saat ini kita miliki tanpa perlu merasa iri kepada orang lain sebab pasti akan ada hikmah di balik itu semua. Teruslah menebar kebaikan dan manfaat kepada orang lain dimanapun kita berada. Mahasiswa aktivis dituntut untuk mampu beradaptasi dengan segala perubahan kondisi dan lingkungan sekitarnya. Sebagai penutup, dimanapun posisi kita saat ini dan di masa depan nanti, jangan lupa untuk terus belajar dan introspeksi diri, pisau seperti apa kah kita dan seberapa tajam kedua belah sisinya?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline