Lihat ke Halaman Asli

Empunya Laut

Diperbarui: 26 Mei 2024   21:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pada halaman pertama, terdapat potret laut yang acap kali aku baca maknanya. Tentang bagaimana ombak bergilir menghantam karang pada bibir pantai. Mengintai kaki siapa saja yang berlari kedahapannya, lalu mengajak banyak manusia bermain hingga masuk ke dalam inti lambung lautan lepas. 

Aku bergidig ngeri menyaksinakan lipatan ombak yang membawa siapapun untuk ikut bertamasya. DEngan banyak dengkurnya ia bernyanyi syahdu, dengan banyak pasang surutnya ia turut mengajak pergi. Llau bagaimana perasaan mereka saat bermain pada air yang seolah tak punya ruang dan tepi? Seperti tidak ada rasa takut akan sebuah kehilangan yang sewaktu-waktu bisa menimpa diri, atau mungkin menimpa siapa saja yang kita akan sulit menerimanya. 

Jangkauan hati yang begitu dekat adalah upaya paling nekat yang aku kerahkan. Seluruh tenaga, tumpuan hati juga doa kepada Tuhan tentang siapapun yang hendak menghadang. Ini soal kehendak pencipta, tentang apa yang guugr dan dimatikannya, tentang apa yang berjalan dan dihidupkannya. Namun, lebih dari itu ini adalah soal doa manusia yang mengalir bersama dengan doa Sang Empunya. Doa yang tak henti dilahirkan hingga terbang ke lamgi sekian kepunyaan Tuhan dan diturunkannya menjadi jawaban lewat segala bentuk kesyukuran. 

Ia yang memiliki laut luas di hatinta, enyahlah segala keraguan, hilahlah segala nestapa dan duka, bersemayamlah segala sengsara. Biarkan Empunya berlari dipeluk doa dan guratan cinta Sang Pemilik semsta, biar ia letih dengan mimpi dan sayembara hingga memenangkannya. 

Itu doaku, kepada Empunya laut di hatinya. 





BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline