Lihat ke Halaman Asli

Dwi Ilmiani

Inspiring people inspiring nation

"Anjay", Asal Kata dan Penggunaannya

Diperbarui: 2 September 2020   21:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Belakangan ini warganet dihebohkan dengan kata 'Anjay'. Satu kata ini sangat identik dengan Rizky Billar, pasalnya hampir dalam setiap moment kedekatan Rizky Billar dengan Lesti Kejora hampir bisa dipastikan selalu muncul kata tersebut. 

Sebenarnya kata 'anjay' biasa digunakan millenial dalam percakapan sehari-hari khususnya millenial yang hidup di perkotaan. Tidak terhitung jumlahnya singkatan dan 'plesetan' yang diciptakan kaum milenial. Seperti 'kuy' yang berarti 'yuk', 'bucin' (budak cinta), kudet (kurang update), santuy (santai) dan belakangan yang sangat populer adalah 'anjay'.

Kata anjay itu sendiri berasal dari kata 'anjing', bukan sebuah rahasia jika nama hewan ini menjadi trendmark untuk mengumpat di Indonesia. Pertanyaan muncul kembali, lalu kenapa kata 'anj*ng' dalam sebuah umpatan memiliki kesan yang lebih kuat dibanding dengan umpatan yang lain?

Sudah diketahui bahwa agama Islam merupakan agama mayoritas penduduk Indonesia dan sekaligus muslim terbanyak di dunia. Dalam hukum Islam, terdapat tiga najiz yaitu najiz mukhaffafah (najis ringan), najis muttawasittah (najis sedang), dan najis mughalldhah (najis berat).

Salah satu yang termasuk kedalam najis berat ini adalah air liur anjing. Nah, disinilah kecenderungan menggunkan kata 'anj*ng' ini berasal.

Hal ini dikuatkan oleh antropolinguis Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Mahmud Fasya yang menjelaskan bahwa fanatisme Islam di Indonesia begitu besar, sehingga anjing yang merupakan najis mugholadho dianggap sebagai makian tertinggi yang merendahkan mitra tuturnya.

Lalu.. bagaimana penggunaan kata 'anjay' yang tepat? Bolehkah kita menggunakan kata tersebut?

Sebenarnya tidak ada teori bahasa manapun yang mampu menjelaskan kapan kata tersebut menjadi tepat atau tidak tepat. Hal tersebut disebabkan background budaya dan adat istiadat yang berbeda. Namun, Brown and Levinson (1987) menjelaskan bagaimana penutur ingin diterima pendapatnya dalam setiap interaksi percakapan (positive face) dan bagaimana seorang penutur tidak ingin ditolak (negative face).

Dua hal inilah yang menjadi pilar nilai kesopanan (politeness strategy), bahwa orang akan dinilai 'sopan' apabila dia tidak merusak muka dari penutur (face threatening act). Merusak muka disini maksudnya adalah mempermalukan, meremehkan, merendahkan dan hal lainya yang membuat penutur kurang berkenan.  

Kesimpulannya, jika kata 'anjay' digunakan dengan tujuan untuk menghina, meremehkan, dan merendahkan lawan bicara tentu sudah sewajarnya kita beramai-ramai menolak menggunakan kata tersebut.

Namun, apabila kata 'anjay' digunakan bukan untuk tujuan negatif, sebenarnya sah-sah saja. Hanya saja sangat banyak kata selain kata 'anjay', yang dapat digunakan untuk mengekspresikan rasa kagum, bahagia, keren ataupun hal positif lainya. Karena bagaimanapun, tidak semua masyarakat dengan berbagai usia siap dan tepat untuk menggunakan kata tersebut.

Penulis,
dwi ilmiani




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline