.Pemerintah mencanangkan untuk menghilangkan kemiskinan ekstrem hingga mencapai 0% pada 2024 mendatang. Sementara itu
Bapenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) menerangkan, terdapat 5,6 juta orang yang harus diselesaikan problem kemiskinan ekstremnya.
Menyoroti target kemiskinan ekstrim 0%, ini, pakar ekonomi syariah Nida Saadah, S.E., M.E.I., Ak. menilai bahwa rencana tersebut bakal menuai kegagalan. Alasannya adalah, karene regulasi ekonomi tidak mengacu pada syariat.
Nida menegaskan, "Selama langkah yang dilakukan tidak mengacu pada syariat maka sudah bisa dipastikan kegagalannya sejak awal. Tidak mungkin bisa mengentaskan kemiskinan, bahkan kemiskinan itu menjadi problem laten khas yang dimiliki dalam peradaban kapitalisme sekuler," ungkapnya kepada MNews (9/4/2023).
Menurut Nida, kegagalan itu, bukan karena bumi ini kekurangan sumber daya alam, namun tersebab oleh kegagalan regulasi yang dijalankan oleh peradaban Kapitalisme hari ini dalam mendistribusikan kekayaan. Nida menyatakan, "Ketika Allah menciptakan manusia, maka Allah sudah menentukan rezekinya. Ketika rezeki tidak sampai kepadanya, maka tentu harus dievaluasi apa yang menjadi penyebab ketimpangan yang luar biasa, hingga lebih dari lima juta orang yang tidak bisa memenuhi kebutuhan pokoknya. Terdapat penghalang bagi rizki itu untuk sampai pada jutaan rakyat tersebab oleh buruknya distribusi dari sistem yang ada.
Salah Strategi
Terdapat kesalahan strategi ketika ada 5,6 juta rakyat berada dalam kondisi miskin ekstrim. Akibat strategi yang lahir dari sistem kapitalisme sekuler, kelompok mislin ini harus berhadapan dengan penghalang dalam pemenuhan kebutuhan pokok. Barier bagi rizki itu untuk sampai pada jutaan rakyat tersebab oleh buruknya distribusi dari sistem yang ada.
Kesalahan juga terletak pada komersialisasi kebutuhan pokok kolektif, yaitu pendidikan, kesehatan. Hal ini terjadi, seiring dengan makin banyaknya barang dan jasa pokok (pendidikan dan kesehatan) yang masuk pasar dalam regulasi ekonomi kapitalistik. Akibatnya orang harus membayar sejumlah harga untuk mendapatkannya.
Secara realitas, angka 5,6 juta orang ini bukanlah kemiskinan pada umumnya. Kalau pemerintah menargetkan 0% kemiskinan ekstrem itu bukan kemiskinan pada umumnya. Kemiskinan struktural pada umumnya itu ada di angka sekitar 20 juta populasi. Duapuluh juta itu belum termasuk target 0% yang ekstrim. Artinya bila target pengentasan 5,6 juta orang itu tercapai, mereka berpindah dari kemiskinan ekstrim ke kemiskinan struktural pada umumnya.
Gratisnya Kebutuhan Pokok
Perlu membuat komparasi antara strategi kapitalisme ini dengan strategi Islam. Strategi Islam lahir dari sistem islam, yaitu sistem yang memberlakukan syariatnya. Dalam sistem ini kebutuhan pokok kolektif ( kesehatan dan pendidikan) justru didesain untuk dipenuhi secara bebas biaya alias oleh negara.
Penggratisan akan kebutuhan jasa pokok ini sangat mungkin, karena negara memiliki kas uang pasti untuk proses itu. Kemiskinan bisa mendekatkan kepada kekufuran sehingga harus benar-benar diperhatikan oleh negara.
Bagaimana sistem Islam mendefisikan kemiskinan? Bila dalam 24 jam ada satu orang saja yang tidak bisa memenuhi enam kebutuhan pokoknya, maka Islam memandng sedang ada persoalan dalam pembangunan ekonominya. Enam kebutuhan pokok yang dimaksud adalah sandang, pangan, kesehatan, pendidikan dan keamanan.