Lihat ke Halaman Asli

Membangun Indonesia dari Daerah

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan masing-masing daerahnya memiliki potensi yang unik. Berbagai potensi ini dikelola oleh BUMN untuk kesejahteraan warga negara. Namun sampai sekarang BUMN tidak bisa mengelola seluruh potensi daerah tersebut. Untuk itu, melalui peraturan menteri daerah berhak untuk membangun perusahaan daerah sendiri atau BUMD untuk mengelola potensi di wilayahnya.

Setiap daerah pasti memiliki BUMD, contohnya pasar. Pasar di suatu daerah biasanya dikelola oleh BUMD. Jenis usaha yang dikelola oleh BUMD adalah semua sektor strategis, sama seperti BUMN. BUMD memiliki peran dalam penambahan pendapatan asli daerah (PAD), membuka lapangan kerja, juga membangun sektor-sektor strategis itu sendiri.

Pembentukan BUMD bisa diusulkan oleh masyarakat, kemudian disahkan melalui peraturan pemerintah daerah. Selama tidak berbentuk persero dan tidak punya dana sendiri, maka selama itu pula setiap kegiatan BUMD harus disetujui oleh DPRD. Pendanaan awalnya bisa diambil dari APBD. Mengenai bidangnya sendiri, selain energi bidang apapun yang menguasai hajat hidup orang banyak dan menghasilkan PAD yang signifikan dapat didirikan BUMD untuk mengelolanya. Sementara itu bisnis yang menghasilkan keuntungan besar namun tidak berkaitan dengan hajat hidup masyarakat biasanya diserahkan ke swasta.

Saham BUMD boleh dimiliki oleh pihak swasta, dengan ketentuan proporsi saham pemerintah daerah harus lebih besar, minimal 51% dari keseluruhan saham. Seperti bisnis pada umumnya, jika BUMD memiliki keuntungan maka semua pemegang saham akan diuntungkan, demikian pula dengan kerugiannya. Investasi BUMD melibatkan Bapeda. Sebenarnya tidak ada aturan tertulis mengenai hal ini, yang jelas pemerintah daerah yang harus melakukannya.

Salah satu sektor strategis yang dikelola oleh BUMD adalah sektor energi. Di Indonesia, pengelolaan sumber daya energi (SDE) dikuasai oleh negara melalui BUMN seperti Pertamina, Antam, PLN, dan lainnya. Di tingkat daerah, sebagai contoh ada Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) milik Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. PDPDE bergerak pada usaha hulu dan hilir pertambangan dan energi, termasuk jasa konsultan pertambangan dan energi serta pengembangan energi kelistrikan.[1] Setiap daerah seharusnya bisa membuat BUMD energi sesuai potensi daerahnya masing-masing. Biasanya potensi yang ekonomis untuk dikembangkan adalah energi minyak, gas, mikrohidro, dan batu bara.

Di sektor migas dikenal hak kepemilikan (owning right), hak menambang (mining right), dan hak ekonomi (economical right). Pada awalnya, semua hak tersebut dimiliki oleh negara. Kemudian hak menambang dan hak ekonomi dapat dipindahalihkan ke kontraktor. Jadi, BUMD diposisikan sebagai kontraktor yang melakukan kegiatan operasional migas. Sampai saat ini belum ada BUMD yang berhasil masuk ke model PSC (Production Sharing Contract/Kontrak Bagi Hasil). Hal ini disebabkan karena modal BUMD yang masih belum cukup kuat, jadi sistem yang dipakai adalah cost and fee (jasa angkat gas). Seandainya model yang dipakai adalah PSC dan mengalami kerugian, misalnya karena sumur tidak berproduksi, maka pemerintah daerah tidak perlu menggantinya.

Selain berinvestasi di BUMD, pemerintah daerah juga dapat menjadi share holder di suatu perusahaan swasta. Di bidang migas istilahnya participating interest (PI), dimana pemerintah daerah menanam modal saham di kontraktor migas swasta, maksimal 10%, pada awal eksplorasi dilakukan.

Hal yang disayangkan dari pengelolaan BUMD di Indonesia adalah tidak adanya hubungan koordinasi antara BUMN dan BUMD yang memiliki sektor bisnis yang sama. BUMN bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri BUMN, sementara BUMD bertanggung jawab kepada bupati atau gubernur. Padahal keduanya dapat bersinergi untuk memperoleh hasil yang maksimal. Selain itu, orang-orang di daerah sebagian besar masih belum menguasai teknis bisnisnya sendiri. Karena itu harus ada transfer pengetahuan yang baik antar badan usaha.

Masalah berikutnya adalah BUMD terkadang hanya menjadi tempat “titipan” orang-orang yang sebelumnya merupakan tim sukses dari gubernur atau bupati yang menang, bukan orang-orang dari latar belakang yang sesuai. Hal ini menjadikan BUMD jauh dari kesan profesional. Korupsi juga kerap terjadi di dalam BUMD karena ketergantungannya yang besar pada pemerintah daerah. Inilah alasan sebagian besar putra-putra daerah enggan untuk kembali dan membangun daerah asalnya, karena mereka merasa menjadi the right man in the wrong place.

Segala sesuatu yang besar dapat dimulai dari hal-hal kecil, dari diskusi menjadi aksi. Di awal Januari ini situs Forbes memuat artikel mengenai orang-orang muda yang sukses di bidangnya dalam tajuk “30 Under 30 Who Are Changing The World 2014”.[2] Sebagian besar dari mereka ternyata memulai kesuksesan tersebut dari daerahnya. Dengan prinsip good corporate governance yang baik, BUMD pasti bisa menghasilkan keuntungan yang besar. Sudah saatnya tiap daerah berhasil memaksimalkan potensinya di tangan para anak muda yang berdedikasi penuh untuk tanah kelahirannya.

[1] http://pdpde.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=60&Itemid=66

[2] http://www.forbes.com/sites/carolinehoward/2014/01/06/30-under-30-who-are-changing-the-world-2014/

***



Hasil dari Grup Diskusi Energi dan Lingkungan (FC 3), Forum Indonesia Muda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline