Lihat ke Halaman Asli

Kabar Baik untuk Alam dari Bonn, Jerman !

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bonn, Jerman berlangsung sebuah perbincangan hangat  membahas  komitmen jangka panjang dalam mewujudkan nol emisi pada tahun 2050 dan akan menjadikan topik utama bahasan dalam COP21 Paris mendatang. Saat ini terdapat 127 negara telah mendukung misi tersebut diantaranya dalam baris depan terdapat negara negara yang rentan akan pengaruh perubahan iklim seperti Samoa, Ethiopia dan Maladewa. Menurut hasil perbincangan tersebut, jika kita menunda tindakan nol emisi maka kesehatan dunia dalam bahaya. Jika tindakan nol emisi dilakukan pada tahun 2075, kemungkinan dunia hanya memiliki 66 persen kesempatan untuk menyelamatkan bumi dari kenaikan suhu 2 derajat

Negara negara yang sangat mendukung hal ini adalah negara yang telah memiliki kesamaan atau saling terintegrasi antara tujuan jangka panjang pada masing masing daerah dan keputusan pemerintah pusat, termasuk negara negara maju seperti Inggris, dan Amerika Serikat yang memiliki komitmen mengurangi emisi hingga 80-83 % pada tahun 2050. Tidak hanya itu, di ikuti oleh beberapa negara lain yang berkomitmen akan menuju nol emisi pada tahun 2050 yaitu Bhutan, Kosta Rika, Denmark, Ethiopia, Maladewa, Monako, Norwegia dan Swedia.

Bhutan, sebuah negara yang terkenal akan hasil prduksi pertambangan domestik yang saat ini telah memiliki pandangan untuk menyeimbangkan sumberdaya alam yang dimanfaatkan dengan pembangunan yang berkelanjutan. Pembahasan mengenai skema emisi industri pertambangan serta mengukur jejak karbon menjadi isu utama di negara ini.

Costa rica sendiri dapat menargetkan pada tahun 2021 untuk komitmen nol emisi.  Pada tahun 2015 negara ini sudah menjadi negara pertama di dunia yang menggunakan 100% energi terbarukan selama 75 hari berturut-turut. Mengurangi subsidi BBM pada tahun 1997 dan mengalihkan pendapatan untuk mendorong konservasi hutan dan pengelolaan keanekaragaman hayati. Langkah ini cukup efektif untuk membalikkan fakta sejarah yang dahulunya merupakan negara  tingkat deforstasi  tercepat di dunia. 

 

Demikian pula, Denmark telah berkomitmen untuk mengubah sistem energi. Saat ini Denmark mencapai 19 % energi terbarukan dan memiliki target mencapai 33% pada tahun 2020 dengan target meningkatkan tenaga angin dan biomassa.

Kopenhagen melalui walikotnya Frank Jenson berpendapat  “we want to show that it is possible to combine growth and an increasing quality of life while reducing carbon emissions and meeting environmental challenges”.

Begitu juga tanggapan dari Oslo melalui walikota Fabian Stang “move Oslo from a low carbon towards a zero emission city.”

Lalu bagaimana dengan Indonesia ? kapan target Indonesia untuk nol emisi ?

Keterbalikan dari semuanya, Indonesia  adalah  negara yang ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, terutama terhadap batubara. Lebih dari 90% listrik yang dihasilkan di negeri ini berasal dari bahan bakar fosil, sepertiganya berasal dari batubara.

Indonesia melalui Perpres nomor 71 tahun 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono  memiliki program 10.000 MW  yang terdiri atas pembangunan 37 PLTU dengan bahan bakar batubara. Pelaksanaan proyek ini jelas mendapatkan perlawanan dari aktivis lingkungan dikarenakan PLTU berbahan bakar batubara merupakan penyumbang utama pemanasan global.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline