Lihat ke Halaman Asli

Perjalanan Sang Perahu

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Samudera itu patah

Menggemparkan hampir seluruh semesta

Terpecah menjadi kepingan nestapa

Berkibar ditiup angin, petikan guratan kesedihan

Mengapa daun nyiur harus terkapar terempas angin?

Dan sang raja siang tak hentinya memperolok sang malam

Luka tergores di tepi batas cakrawala

Segurat bianglala menyala melanglang buana di ujung lara

Oh manusia pecinta semesta

Adakah setitik guratan cahya menuntun arah pulang?

Kembali ke tepian ke tempat terakhir sang perahu berlabuh

Menyandarkan tali temali ke bibir dermaga nan rapuh

Tersirat gundah meraja di dada

Kembali ke tengah samudera

Biduk kecil nan berani

Menantang badai nan garang

Terselimut kabut penuh sesak

Dan bulan kembali bercahya, menggantikan mentari menerabas sang malam

Rasi bintang masih menyala di langit gelap sebelah timur

Menggapai nirwana menenggelamkan kemilau air laut

Dan perahu kecil itu terus melaju

Susuri samudera ke tengah pekatnya gulita

Menantang gelombang ke peraduan malam

Jauh perlahan membias ke garis batas

Temukan jalan menuju tempat peristirahatan bagi sang pecinta sejati

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline