Lihat ke Halaman Asli

ILHAM SUMARGA

Buruh Pendidik

Buah Tangan untuk Dospem

Diperbarui: 15 Desember 2018   12:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

buah mangga depan rumah|Dokumentasi pribadi

Bulan desember adalah bulan terakhir musim mangga di rumah-ku Probolinggo. Aku punya pohon mangga di depan rumah, tidak banyak cuman satu pohon saja. Tidak seperti di halaman rumah kakak-ku yang ada dua pohon mangga, dan besar pula. Akan tapi nampak perbedaannya, pohon mangga di depan rumahku sangatlah lebat dan pohonnya pun tidak terlalu besar. Sehingga tidak memakan banyak tempat. Karena memang pohon mangga yang ada di halaman rumah-ku adalah bibit unggulan.

Dulunya bapak yang membeli bibit pohon mangga dengan stek dua jenis mangga. Untuk jenis mangga yang menjadi pilihan adalah mangga manalagi. Dan kira-kira tahun 2014-an mangga manalagi ditanam, setahun berjalan kami bisa menikmati hasil buahnya. Dan itulah yang membuat aku takjub akan bibit mangga manalagi di halaman depan rumah. Menjadi catatan penting dari pohon mangga manalagi di depan rumah-ku adalah pohon tidak begitu besar, akan tetapi buahnya lebat. Begitu kiranya cerita awalku tentang mangga~

Di Daerah Probolinggo pun menawarkan buah khas mangga manalagi. Diperbatasan pintu masuk pun dijajakkan penampakan visual buah-buah mangga. Aku sebenarnya banyak buah-buah mangga, tapi aku jual. Karena yang berlebihan memang tidak mengenakan. Makanya setiap tahun tidak pernah ku habiskan sendiri, jadi lebih banyak ku jual ke tengkulak. Dan yang hanya menjadi punya-punya pribadi, ya dihalamanan depan rumah saja.

Buah pun sering sesekali jatuh berguguran ke tanah. Bisa karena ketiup angin, dan ada pula jatuh karena matang. Jika aku mengamati secara teliti, ternyata buah-buahan apapun kalau sudah matang pastilah berjatuhan. Terbukti sehari aku bisa mengambil buah mangga yang jatuh sekitar 3-4 buah. Kemudian ibu bilang; daripada jatuh terus menerus dan tidak ada yang memakan disini kan menjadi mubadzir. Sayang dan eman-eman, lalu kemudian beliau pun berkata untuk bawa saja buah mangga manalagi di halaman depan rumah-ku ke Malang.

Karena memang aku masih sekolah di Malang, dan sering sekali pula aku pulang ke rumah. Sebab kuliah S-2 berbeda dengan kuliah S-1, siklus untuk kuliah teori pun terbilang cukup singkat. Secara teknis dan konsep hanya butuh waktu kurang lebih 1 tahun untuk mentuntaskan perkuliahan. Tetapi yang berat adalah bagain belakang, yakni membuat tesis dan artikel ilmiah.

Nah, aku pun ada usulan untuk memberikan buah mangga manalagi ke dospem. Jadi sekalian aku bimbingan tesis, aku bawakan pula buah tangan dari daerah tempat tinggalku pada beliau. Dan kebetulan juga, hari minggu aku akan ke Malang. Lalu rencana dari hari kamis kemarin aku pun sempat bertemu singkat dengan beliau dan niatnya akan bimbingan di hari senin.

Selagi bisa, dan ada buah mangga di rumah, tidak ada ruginya untuk berbagi. Siapa tahu dospem welcome atau terbuka dengan buah tangan hasil dari rumah. Beliau dospem yang kritis pada tulisan tiap-tiap mahasiswanya. Dan penderitaan itu aku pun yang memegangnya.

Minggu, 02 Desember 2018

the end~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline