Buku ini terdiri 3 Bab Pembahasan serta sub-bab pembahasan di setiap babnya, bab pertama mengenai “Islam dan Kepemimpinan Perempuan” bab ini terdiri dari 7 sub-bab pembahasan, lalu pada bab kedua mengenai “Islam dan Seksualitas Perempuan” terdiri dari 4 sub-bab pembahasan, lalu yang terakhir bab 3 mengenai “Perempuan, Islam, dan Negara” terdiri dari 8 sub-bab pembahasan.
Bab pertama yang bertemakan Islam dan Kepemimpinan Perempuan di awali dengan gagasan bahwa setiap manusia itu setara (dalam artian baik laki-laki maupun perempuan, baik kelas sosial maupun ras). Islam sendiri menjelaskan bahwa yang membedakannya hanyalah kualitas ketaqwaannya dengan bersandar pada Q.S Al-Hujurat : 13.
Lalu penulis menjelaskan bahwa Khadijah sebagai seorang perempuan yang pertama kali menghayati kebenaran Islam dengan mempercayai Muhammad SAW sebagai utusan Allah untuk umat manusia, lalu disusul dengan Aisyah yang mendapatkan ilmu pengetahuan Muhammad SAW sehingga banyak yang berguru kepadanya.
Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah memberikan kesempatan bagi kaum perempuan setara dengan laki-laki terutama pada bidang ilmu pengetahuan.
Dalam buku ini juga terdapat pembahasan bahwa Allah menciptakan laki-laki dan perempuan untuk menjadi pemimpin (Q.S Al-Baqarah :30), dalam artian bahwa manusia pada dirinya memiliki tanggung jawab yang harus diemban dan dilaksanakan dengan penuh amanah. Namun di sisi lain terdapat sebuah perdebatan secara argumentatif mengenai makna kepemimpinan ini, Q.S An-Nisa : 34 yang menjelaskan bahwa laki-laki merupakan qowwam bagi perempuan.
Kata qowwam merupakan inti perdebatannya, ahli tafsir klasik beserta modern menafsirkan kata ini sebagai penanggung jawab, atau memiliki wewenang untuk mendidik perempuan sehingga mendefinisikan bahwa laki-laki lebih superior daripada perempuan, baik dari segi fisik maupun tekad (meski bersifat relatif).
Didasarkan pada superioritas laki-laki ini melahirkanlah para nabi, ulama, dan imam. Meski pemimpin di kalangan perempuan muslim masih terbatas, hal ini tidak menutup akan potensi yang terjadi, oleh karena itu penulis menjelaskan bahwa perlu diadakannya penerapan pola pendidikan kepemimpinan yang sama rata antara laki-laki dan perempuan agar terciptanya stabilitas kemampuan bagi perempuan agar dapat bersaing secara kompetitif dengan laki-laki dalam memimpin.
Meski terdapat distorsi pemikiran mengenai otonomi daerah dengan otonomi pusat mengenai isu kepemimpinan perempuan ini hemat saya sebagai reviewer hanyalah persoalan waktu dan sosialisasinya saja agar mencapai ‘konsensus’ mengenai kepemimpinan perempuan.
Di sisi lain, di saat perempuan tengah memimpin/berkuasa di suatu daerah justru mendapat kritikan dari ulama konservatif dengan persoalan teologis yang didasari pada Arrijalu qowwamuna alannisa, hal ini dirasakan pada era Megawati Soekarnoputri yang ketika itu menjabat sebagai Presiden RI.
Namun di sisi lain juga mengatakan bahwa di saat memasuki era milenium baru, perdebatan kepemimpinan bukan lagi tentang persoalan diskriminasi gender dan isu teologis, melainkan sudah harus berdasarkan standar kemampuan dan kualitas diri, di era 2021-an kini kita bisa melihat Ibu Risma sebagai Menteri Sosial RI yang memiliki kualitas memimpin yang mumpuni bagi saat ini.
Lalu pada bab kedua ini yang berjudul Islam dan Seksualitas Perempuan diawali dengan pembahasan perkawinan dari sudut pandang agama Islam, Kristen, dan Yahudi berdasarkan fungsi perkawinan, tata aturan dalam perkawinan, pengaturan perkawinan antaragama, yang mana fungsi perkawinan secara garis besar adalah menciptakan ketenteraman dan kedamaian di antara dua orang insan (laki-laki dan perempuan) yang diikrarkan atas nama Tuhan.