Lihat ke Halaman Asli

Ilham Saputra

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

FPI Dibubarkan dan Pelanggaran HAM Belum Terusut Tuntas, Masih Relevankah Indonesia sebagai Negara yang Demokratis?

Diperbarui: 3 Januari 2021   20:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemenko Polhukam telah mengeluarkan pengumuman secara resmi bahwa organisasi masyarakat (Ormas) yaitu Front Pembela Islam telah dibubarkan. Pembubaran disertai dengan pelarangan aktivitas terkait dengan Front Pembela Islam sebagaimana keputusan dari Kemendagri.

“Berdasarkan peraturan perundang-undangan dan sesuai dengan putusan MK No.82/PUU112013 tanggal 23 Desember 2014, pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI,” ujar Mahfud MD selaku Menko Polhukam dalam konferensi pers pada Rabu (30/12/2020).

Beliau menambahkan bahwa FPI tidak lagi memiliki kedudukan hukum (legal standing), baik sebagai ormas maupun organisasi yang biasa saja.

“Jadi dengan adanya larangan ini tidak punya legal standing. Kepada aparat-aparat pemerintah pusat dan daerah kalau ada sebuah organisasi mengatasnamakan FPI, itu dianggap tidak ada dan harus ditolak karena legal standingnya tidak ada terhitung hari ini,” Sahut Pak Mahfud.

Dalam konferensi pers tersebut juga di hadiri oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Idham Azis, Ka-BIN Budi Gunawan, Menkum HAM Yasonna Laoly, Mendagri Tito Karnavian, Kepala KSP Moeldoko, Menkominfo Johnny G Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar dan Kepala PPATK.

Berdasarkan pernyataan di atas, telah disepakati oleh para elite pemerintah untuk menghapus dan membuang Ormas FPI dalam lingkup oposisi pemerintahan. Lengkap sudah kaleidoskop tahun 2020 ini yang ditutup dengan cara memainkan arogansi-arogansi kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa.

Terhitung sejak kepulangan Habib Rizieq Shihab (HRS) yang membuat pertunjukan-pertunjukan politik Indonesia menjadi tak berkesudahan, merayakan maulid nabi, pelanggaran protokol kesehatan tentang pernikahan putri Habib Rizieq Shihab di Petamburan, dan disusul dengan tragedi kilometer 50 di ruas Tol Jakarta-Cikampek KM 50 yang menewaskan 6 Laskar FPI hingga saat ini masih belum di usut tuntas kasusnya.

Kita semua mengetahui bahwa amanah dari Konstitusi adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melindungi serta merawat fakir miskin. Namun jika menghadapi persoalan semacam ini, penulis tidak mampu membaca senandika yang ada pada pihak pemerintah. Melainkan hanyalah peperangan kurusetra yang terjadi antara pihak pemerintah dengan organisasi yang mewakili keinginan serta kepentingan rakyat. 

Untuk merefleksikan diri kita terhadap peristiwa-peristiwa yang telah terjadi, kita sebagai masyarakat harus melakukan penilaian terhadap diri kita masing-masing terkait kebijakan serta tragedi yang ada. Entah kita harus meningkatkan kewaspadaan kita sebagai masyarakat agar tunduk terhadap berbagai aturan yang ada, maupun berupaya untuk menegakkan keadilan karena ingin menyingkirkan arogansi atas kekuasaan.

Hemat saya perlu ada beberapa hal yang harus didiskusikan terkait segala kebijakan yang ada. Mengutip pernyataan Rocky Gerung dalam acara webinar di Indonesian Leaders Talk, beliau menyampaikan bahwa segala masalah yang telah terjadi harus dilakukan sesuai dengan prosedur hukum dan pengadilan yang berlaku.

“.. Hukum itu menjamin keadilan, artinya (hukum) masukan ke pengadilan,” ujar orang yang akrab disapa Bung Rocky.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline