Lihat ke Halaman Asli

Menjaga Kesucian Masjid dari Upaya Kampanye Politik

Diperbarui: 25 Desember 2018   20:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jelang masa kampanye pemilu 2019, Bawaslu memberikan peringatan kepada para kontestan pilpres untuk tidak melakukan aktifitas kampanye dalam bentuk apapun di tempat ibadah.

Apalagi kedua pasangan calon telah sama - sama mengantongi dukungan dari pemuka agama. Hal ini membuat Bawaslu memaksimalkan fungsi pencegahan akan terjadinya pelanggaran kampanye.

 Berkaca pada pilgub DKI Jakarta lingkungan masjid telah disalahgunakan untuk memberikan ujaran kebencian dan fitnah kepada salah satu calon gubernur, hal ini mendorong jamaah masjid untuk memilih calon gubernur yang seiman, bukan calon gubernur petahana Basuki Tjahaya Purnama (Ahok)

Saat itu masjid di Ibukota Jakarta marak diwarnai ujaran -- ujaran kebencian melalui pengeras suara di masjid dan memfitnah salah satu calon gubernur yang non muslim. Khutbah dan pengajian pun rajin diselenggarakan dengan muatan utama berupa doktrin agar memilih calon gubernur yang beragama islam

Tindakan membajak masjid untuk kepentingan politik, tentu telah menurunkan harkat masjid sebagai tempat suci yang seharusnya menjadi tempat bernaung umat dari segala kelompok, bukan sebagai tempat menyebar kebencian.

Kedatangan orang di masjid tak lain adalah untuk menyucikan diri, memperbaiki diri, bertobat dan kegiatan ibadah. Hal tersebut tentu tak bisa dicampur adukkan dengan kepentingan golongan tertentu untuk meraup suara dalam panggung politik.

Kalaupun masyarakat memiliki kesepakatan bahwa masjid bisa digunakan untuk membahas politik bertema kebangsaan dan kerakyatan, hal itu mesti dilakukan dengan hati -- hati. Karena politik kebangsaan dan kerakyatan juga berpotensi pada orientasi politik kekuasaan.

Memberikan pemahaman terkait ilmu politik, ekonomi maupun kampanye anti korupsi tentu masih diperbolehkan. Namun ketika pemahaman tersebut mengarah kepada kritik terhadap salah satu calon peserta pemilu, justru hal tersebut tidak bertujuan untuk mendidik rakyat, karena hal tersebut justru berpotensi memecah persatuan rakyat. Sehingga pemahaman politik yang diberikan di masjid diharapkan agar dapat menyatukan rakyat meski pilihannya berbeda.

Beberapa kelompok politik cenderung memanfaatkan masjid sebagai sarana kampanye karena hal tersebut tidak memerlukan banyak uang. Hal ini tentu cukup menggiurkan para aktifis politik di masjid.

Pastinya kampanye dalam bentuk apapun di lingkungan masjid akan cenderung menciptakan konflik horozontal. Hal tersebut tentu memberikan peringatan kepada para politikus dan akfitis politik untuk tidak memainkan sentimen agama dalam berpolitik.

 Menkominfo Rudiantara dalam keterangannya menyatakan bahwa tempat Ibadah seperti Masjid tidak diperbolehkan untuk dijadikan tempat menyampaikan pesan yang bertujuan untuk politik praktis,

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline