Santo dan Nono adalah musuh bebuyutan yang tak berkelahi. Mereka hanya saling menyerang kata-kata. Mereka saling panas, tapi tak pernah saling memukul. Walaupun perang kata-kata itu tak imbang karena Nono yang lebih menyerang. Santo lebih sering bertahan.
Di masa mudanya, Santo adalah tipikal pekerja keras bagi keluarga. Hidupnya hanya kantor dan rumah. Hanya sesekali saja bersosialisasi dengan tetangga. Dia memang cenderung pendiam.
Fokus hidupnya adalah bekerja untuk anak-anaknya. Santo bersama Marni membangun rumah tangga dan bekerja keras bersama.
Sementara, Nono adalah tipikal orang yang santai dan ingin agar dirinya selalu bisa menikmati hidup. Maka tak heran dia hobi bepergian ke luar kota, ke tempat indah, dan lainnya.
Anak tak terlalu dia pikir. Dia hanya memberi uang dan kemudian terus menyegarkan pikiran. Ya, kadang anak dan istri, dia ajak juga bepergian, tapi lebih sering dia refreshing sendiri atau bersama kawan-kawannya.
Sebenarnya memang tak ada masalah yang menyilangkan antara Santo dan Nono. Tapi mulanya adalah Marni. Santo dan Nono membuncah memiliki rasa cinta yanh besar pada Marni.
Nono yang merasa di atas angin, memang sangat pede bisa merengkuh hati Marni. Tapi, hidup memang tak bisa dipastikan. Marni malah memilih Santo yang cenderung pendiam itu.
Repotnya lagi, ketika Santo dan Nono berumah tangga dengan istri masing-masing, rumah keduanya di satu RT. Maka, tak heran perang kata-kata sering keluar.
Tentu saja Nono yang lebih aktif terus mendominasi peperangan kata-kata. Terus bisa memberi wacana pada orang-orang bahwa Santo tak berkualitas.
Serangan-serangan verbal secara tak langsung pada Santo, sering Nono lontarkan. Dilontarkan di forum RT, di teras musala, di gardu poskamling.