Masa kecilku, dihiasi dengan main kelereng. Main kelereng kata orang yang lebih paham agama adalah judi. Tapi dasar anak kecil, dibilang judi juga tetap saja main kelereng.
Aku ingin cerita padamu bagaimana kami main kelereng di masa itu. Misalkan kami berlima main kelereng. Maka, kami membutuhkan lahan atau lapangan tanah kisaran 4 x 7 meter.
Lalu di salah satu bagian lapangan itu, kami gambar segitiga sama kaki di tanah lapangan itu. Menggambarnya pakai ranting yang bisa kami dapatkan di mana saja.
Kemudian, masing-masing kami meletakkan satu, dua, atau lebih kelereng di segitiga itu. Jumlah yang kami letakkan sesuai dengan kesepakatan antarpemain.
Jika masing-masing kami meletakkan dua kelereng, maka di segitiga itu ada 10 kelereng. Dari situlah permainan dimulai.
Lima pemain mengambil posisi lima meter jauhnya dari segitiga. Lima pemain berdiri sejajar. Masing-masing pemain membawa satu kelereng di tangan (berbeda dengan kelereng di segitiga).
Lima pemain berdiri sejajar melempar kelereng menuju segitiga. Permainannya sederhana. Masing-masing pemain menggunakan kelereng di tangan untuk menembak kelereng di segitiga. Tentunya antarpemain bergantian menembak kelereng di segitiga.
Jika kelereng di segitiga yang diincar terkena dan keluar dari segitiga, maka kelereng itu jadi milik si pemain. Semakin banyak bisa mengeluarkan kelereng dari segitiga, maka semakin banyak kelereng yang didapatkan.
Tapi kamu bisa tidak menembak kelereng di segitiga untuk mendapatkan kelereng. Caranya, kamu bisa menembak kelereng lawan mainmu yang sudah dapat kelereng dari segitiga. Jika tembakanmu mengenai kelereng lawan mainmu, maka lawan mainmu menyerahkan kelereng yang dia dapatkan dari segitiga padamu.
Biasanya, sejak awal sudah disepakati jika permainan fair dengan tata cara yang sudah disepakati bersama. Tapi...