ilustrasi. foto: kompas.com/aufrida wismi warastri
Ini adalah cerita yang pernah saya dapatkan. Cerita tentang seorang teman yang suka dengan burung. Tentunya dia suka dengan burungnya sendiri, bukan burung tetangga.
Jadi, si bapak yang juga teman saya ini suka dengan burung. Burung yang ada di sangkar itu. Setahuku dia punya satu burung. Dia sangat suka dengan burung itu. Ya burung yang punya dua sayap. Saking sukanya, dia kadang lupa hal lain.
Ternyata, dia juga asyik dengan burungnya daripada keluarganya. Tentu tidak setiap saat dia lebih suka burungnya daripada keluarganya. Hanya di momen tertentu dia lebih suka ngelus burungnya daripada ngelus anaknya.
Nah, si bapak yang juga teman saya ini memiliki anak yang masih PAUD. Tapi aku lupa, kalau tidak PAUD ya TK waktu itu. Satu ketika, di ruang kelas, bu guru bertanya pada murid-muridnya yang masih imut itu. Bu guru bertanya cita-cita anak-anak kecil itu.
Satu per satu anak menjawab pertanyaan bu guru. Sampai kemudian, giliran anak dari temanku yang suka burung itu. Si anak kemudian memberi jawaban yang tidak biasa ketika ditanya cita-citanya.
"Kalau kakak cita-citanya apa?" kata bu guru.
"Kalau gede saya mau jadi burung, bu guru," kata si anak dari teman saya yang suka burung itu.
Tentu jawaban itu mengejutkan. Sebab, teman yang lain memiliki cita-cita seperti mau jadi dokter, polisi, dan lainnya. Sementara si anak ini mengaku malah ingin jadi burung.
"Lho, kenapa mau jadi burung?" tanya bu guru penasaran.