Lihat ke Halaman Asli

rokhman

TERVERIFIKASI

Kulo Nderek Mawon, Gusti

Kebijakan Berbasis Aplikasi, Kebijakan Jakarta Sentris

Diperbarui: 8 Juni 2022   23:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

tomsguide.com dipublikasikan kompas.com

Satu pagi sebelum jam 7, aku pergi ke ATM, berniat mengambil uang. Masih sepi saat itu. Kebetulan ada dua mesin ATM persis berdampingan di tempat itu.

Ada satu lelaki tua (mungkin 70 tahun) yang juga ingin berurusan dengan ATM. Dia persis di sampingku. Dia ternyata kebingungan.

Lalu dia meminta bantuanku untuk mengoperasikan ATM yang dia gunakan. Lalu orang tua itu masukkan PIN. Dia mau ambil uang 500 ribu. Tapi ternyata di tabungannya hanya ada uang berapa ribu saja.

"Ngga bisa pak. Ngga cukup uangnya," kata saya dengan bahasa lokal yang sudah saya alihbahasakan ke bahasa Indonesia. Dia pun melihat nilai uang di layar. Dia bilang, dia baru dapat transfer. Tapi nyatanya tak ada uangnya.

Sepekan lalu situasi hampir mirip. Ini malah saya ketemu lelaki yang secara perawakan lebih tua dari lelaki cerita sebelumnya. Dia tak bisa memakai ATM. Akhirnya karena kebetulan aku ada di sampingnya, aku bantu.

Bapak tua ini malah lupa dengan PIN-nya. Sampai dua kali dicoba membuka PIN, tak bisa dibuka rekeningnya. Setelah itu dia terlihat kebingungan. Karena itu hari kerja maka aku sarankan agar si bapak tanya ke pihak bank. Kebetulan ruang ATM itu menyatu dengan bank.

Aku hanya ingin menyampaikan tidak semua orang di Indonesia paham dengan teknologi. Apalagi di desa seperti tempat saya tinggal. Banyak juga yang tak paham "peduli lindungi". Jangankan "peduli lindungi", HP saja ngga pernah bawa karena memang tak punya.

Maka ketika ada kebijakan berbasis aplikasi, saya sering mengernyitkan dahi. "Dipikirnya Indonesia hanya Jakarta," gumam saya.

Saya selalu berpikiran bahwa pemerintah hendaknya memberi kemudahan. Kemudahan itu memudahkan, bukan memusingkan.

Kita dihadapkan pada realitas bahwa tak semua orang di Indonesia paham HP atau paham teknologi. Maka kebijakan hendaknya bukan hanya ramah pada pemilik HP, tapi juga ramah pada mereka yang tak memiliki HP.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline