Lihat ke Halaman Asli

rokhman

TERVERIFIKASI

Kulo Nderek Mawon, Gusti

Cerita Ade Armando, Kebencian, dan Merasa Paling Benar

Diperbarui: 16 April 2022   13:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ade Armando dikeroyok. Foto: kompas.com/m amalia hapsari

Komentar merebak di dunia maya setelah Ade Armando dihajar dan nyaris ditelanjangi belum lama ini. Tapi, sebagian komentar itu menyimpan bau busuk yang tajam.

Aku mengendus bau busuk itu. Bau busuk yang membelenggu anak manusia Indonesia lewat komentarnya. Bau busuk yang mendarah karena kebencian yang dipupuk cukup lama sepertinya.

Benci dan kebencian telah menjauhkan manusia dari keadilan. Ketika benci pada di luar kelompok, maka segala sumpah serapah jadi hiasannya. Apapun kebaikannya, apapun dukanya, tetap saja diungkit kebenciannya.

Jika kelompok sendiri yang melakukan kesalahan, maka atas nama kebencian pada kelompok lain, pertahanan dirapatkan. Atas nama kebencian, tak ada kamus kesalahan bagi kelompok sendiri.

Lebih parah, kebencian itu dibalut dengan merasa benar sendiri. Tak peduli apapun penyimpangannya, asal yang berkomentar adalah kelompok sendiri, maka itu dinilai sebagai kebenaran. Pandangan kelompok lain selalu salah dan bermasalah. Tak ada ruang menghargai perbedaan.

Bayangkan saja, kebencian berbalut dengan rasa sebagai yang paling benar, maka muncullah kebencian berlipat. Kebencian berlipat ditambah dengan ketidakmauan untuk membaca (baca: kebodohan), maka kebencian berlipat-lipat.

Kebencian berlipat-lipat itu, hanya tinggal menunggu sedikit tetesan minyak dan percikan api yang bernama provokasi. Jika tetesan minyak dan api itu bercampur, maka selesai sudah peradaban. Selesai sudah Indonesia.

Fenomena kebencian berlipat-lipat itu, berulang aku lihat di dunia maya. Bukan makin berkurang, tapi makin beranak pinak. Kebencian berlipat-lipat seperti tikus yang terus bereproduksi.

Itukah yang akan kita wariskan pada anak cucu kita? Kebencian berlipat-lipat itulah yang kita wariskan pada anak cucu kita?

Sementara, di luar cerita kebencian berlipat-lipat itu, masalah lingkungan hidup makin merajalela. Plastik menggunung dan menjerat bumi kita. Masalah kerakusan telah menyebabkan kemiskinan muncul di mana-mana.

Jika sudah remuk seperti itu, peradaban apa yang akan kita pertanggungjawabkan pada anak cucu kita kelak?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline