Lihat ke Halaman Asli

rokhman

TERVERIFIKASI

Kulo Nderek Mawon, Gusti

Mas Menteri, Saya Usulnya Begini Saja

Diperbarui: 13 November 2021   13:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nadiem Makarim. Foto: kompas.com/kristianto purnomo

Ini sekadar usul ke Mas Menteri Nadiem Makarim. Usul sebagai orang awam soal Permendikbud tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Ada beberapa pasal yang memiliki frasa "tanpa persetujuan korban" yang janggal.

Permendikbud ini tentu punya niat bagus. Tapi saya sendiri janggal dengan beberapa pasal yang memunculkan frasa "tanpa persetujuan korban".

Contohnya adalah pasal 5 ayat 2b. Pasal itu berbunyi, "Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban."

Ada juga pasal 5 ayat 2m yang berbunyi, "Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban".

Ada pasal lain yang memunculkan frasa "tanpa persetujuan korban". Tapi saya contohkan dua pasal itu saja. Misalnya, jika melihat pasal 5 ayat 2b itu, maka bisa memunculkan pandangan bahwa memperlihatkan kelamin dengan persetujuan korban dibolehkan. Nah bagaimana jika ada aksi memperlihatkan kelamin atas persetujuan korban di kampus?

Kampus kan tempat publik, bukan tempat privat. Kampus juga tempat belajar. Nalar saya bertanya, masa memperlihatkan kelamin dengan persetujuan korban di kampus, diperbolehkan? Pertanyaan yang sama berlaku pada pasal 5 ayat 2m.

Jadi kalau saya, frasa "tanpa persetujuan korban" dihapus saja. Kalau saya, mau disetujui atau tidak disetujui korban, memperlihatkan kelamin pada korban di lingkungan kampus jelas tak patut.

Jadi pasal 5 ayat 2b berbunyi, "Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja."

Ya itu saja pendapat saya. Tapi tiba tiba saya mikir. Membuat peraturan menteri sepertinya sudah dibahas secara ketat. Kok bisa begini ya? Apa memang untuk ramai-ramai saja? Entahlah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline