Partai politik (parpol) itu adalah sekumpulan orang yang memiliki kepentingan politik. Tentu tak mudah untuk menyatukannya. Maka, jika tak pandai-pandai membagi peran dan kue, parpol akan terjun bebas.
Dinamika Partai Berkarya adalah salah satu bukti kerumitan itu. Dalam dua hari ini ada beberapa fakta yang membuat parti ini rumit. Seperti diketahui, mulanya Partai Berkarya didirikan oleh Tommy Soeharto, anak dari mantan Presiden Soeharto. Tommy berlaku sebagai ketua umum.
Partai Berkarya ikut Pemilu 2019. Namun, mereka tak mendapatkan kursi di DPR RI. Pada pertengahan tahun lalu, Partai Berkarya goyang. Muchdi Pr mantan Danjen Kopassus kemudian menjadi Ketua Umum Partai Berkarya dengan Sekjennya Andi Picunang. Tapi, pihak Tommy tentu saja tak terima.
Akhirnya ada dua Partai Berkarya yakni yang diketua Muchdi dan diketuai Tommy. Tapi Muchdi ada di atas angin karena mengaku diakui oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Lalu, dinamika beberapa hari ini menjadi rumit. Pertama, Sekjen Partai Berkarya versi Tommy, yakni Priyo Budi Santoso mengatakan bahwa Kemenkumham mengakui Partai Berkarya pimpinan Tommy Soeharto. Cuma, saya belum baca apa reaksi dari Kemenkumham atas pernyataan Priyo tersebut.
Kedua, ada berita Ketua Mahkamah Partai Berkarta yakni Sjamsu Djalal mengumumkan bahwa Sekjen Partai Berkarya (versi Muchdi Pr) yakni Badaruddin Andi Picunang telah dicopot dari jabatannya sebagai sekjen. Sjamsu kemudian mengatakan bahwa dirinyalah Plt Sekjen.
Ketiga, ada lagi berita yang menyebutkna Syamsu Djalal sudah dicopot dari Ketua Mahkamah Partai per Desember tahun lalu. Informasi itu diungkapkan oleh Andi Picunang. Jika mengacu pada versi Andi, maka Sjamsu Djalal sudah bukan lagi Ketua Mahkamah Partai.
Nah lho kan, rumit bin ruwet. Terus yang benar Partai Berkarya itu yang mana? Ya tanya sama pemerintah saja. Jika pemerintah tak disetujui tinggal gugat ke pengadilan saja.
Saya tentu tak berkepentingan memikirkan Partai Berkarya terlalu dalam. Sebab, saya bukan kader mereka. Mending mikir yang lain. Tapi, bagi saya potret Partai Berkarya bukan potret tunggal dalam dinamika di parpol. Dualisme parpol banyak kali terjadi dan seperti itu realitasnya.
Maka mengurus parpol itu perlu strategi. Terserah, mau memakai menyerang total atau parkir bus total. Artinya ada keseragaman kepentingan atau setidaknya ada keseragaman tujuan, sekalipun jalannya bisa beda-beda.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H