Nirin namanya. Usianya 32 tahun. Dia ingin mengakhiri bujangnya di usia 32 tahun. Katanya biar mudah diingat karena seperti masa Soeharto menjadi Presiden.
Nirin masih kerja serabutan. Kadang di pasar membantu orangtua berdagang, kadang jadi buruh harian. Nirin up to date. Dia paham informasi terbaru dan terhangat. Dia mengandalkan telepon genggam untuk mencari tahu informasi yang sedang populer.
Maka, jangan heran jika Nirin bisa bicara banyak macam. Tapi memang modal terbesarnya adalah nekat. Karena sekalipun dia baca banyak info, tapi dasar-dasarnya dia tak paham.
Ini malam Minggu. Malam yang panjang, kata anak muda. Nirin ngapel ke gadis pujaannya. Namanya Siti yang berambut panjang, pendiam, dan kadang bisa meledak. Nirin suka dengan Siti karena tipe cewek yang tak bisa diduga. Kadang diam, kadang meledak.
Siti juga manis lho. Kulitnya sawo matang. "Rasanya mungkin manis kayak sawo," kata Nirin ngaco padaku beberapa waktu lalu.
Kembali ke malam Minggu. Di malam Minggu itu, Nirin bicara panjang lebar. Dia bicara hatinya yang tak bisa menduakan Siti. Dia bicara efek resesi di pasar. Dia bicara soal pilkada yang sedang hangat-hangatnya.
Nirin kalau bicara seperti kereta. Tak boleh ada yang menghentikan. Paling dia berhenti ketika menghisap tembakau itu atau meminum kopi. Selebihnya....Tarik terus Rinnnn.
Sampai akhirnya Nirin kemudian membicarakan soal UU Cipta Kerja. Bayangkan saja, orang desa bisa bicara UU Cipta Kerja. Kalau ngga Nirin, siapa lagi? Dia bicara UU Cipta Kerja di hadapan Siti. Di teras rumah Siti itu. Di antara rintik hujan yang syahdu.
"Buruh tak diperlakukan dengan baik, dik. DPR seenaknya sendiri. Masa buruh bisa di-PHK kapan saja. Buruh hanya libur sehari dalam sepekan. Ya karena UU Cipta Kerja itu," kata Nirin lalu meminum kopinya.
Sembari terus bicara, di kumis Nirin ada ampas kopinya. Sesekali dia jilat dengan lidahnya. "Partai Demokrat itu walk out, dik. Mereka ingin UU Cipta Kerja jangan disahkan dulu. Politik memang begitu. Yang jadi oposisi harus total agar bisa merebut suara rakyat kala pemilu tiba," kata Nirin lalu melepas topinya.
Dari tadi, Nirin sering memakai dan melepas topinya. Mungkin untuk mengurangi grogi. Maklum, Siti itu cantik. "Dulu adik ingat di tahun 2012, PDIP juga pernah walk out soal kenaikan harga BBM. Saat itu PDIP oposisi dan Demokrat adalah partai pemerintah," kata Nirin lalu menghisap tembakaunya.