Lihat ke Halaman Asli

rokhman

TERVERIFIKASI

Kulo Nderek Mawon, Gusti

Lebih 20 Tahun Melawan "Ketindihan"

Diperbarui: 4 Oktober 2020   08:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi. foto shutterstock dipublikasikan kompas.com

Tulisan ini muncul setelah membaca tulisan Kompasianer Mba Nur Halimah dengan judul "Pengalaman 10 Tahun Alami Sleep Paralysis". Saya hanya ingin berbagi apa yang saya alami dan apa yang saya lakukan ketika mengalami sleep paralysis atau "ketindihan" itu.

Pertama

Saya tak akan membahas apakah ini layak disebut sleep paralysis atau layak disebut ketindihan. Sebab, dua hal itu dalam ranah yang berbeda. Sleep paralysis adalah definisi yang dipakai dalam konteks keilmuan. 

Sementara, ketindihan adalah definisi yang dipakai dalam konteks "sosial" kita. Mereka yang menggunakan istilah "ketindihan" ini karena memang mengalami sendiri bagaimana seramnya berhadapan dengan "sosok lain" ketika setengah sadar dalam tidur.

Kedua

Saya akan bercerita tentang pengalaman saya. Jadi saya mengalami fenomena ini sejak dekade 90-an pertengahan. Jadi sudah sangat lama sekali, lebih dari 20 tahun. Fenomenanya adalah ketika tidur barang sejenak, kemudian kita seperti berada di antara kondisi tertidur dan terjaga.

Di situlah situasi yang tak mengenakkan terjadi. Tubuh tidak bisa bereaksi ketika ada "gangguan".  "Gangguan" itu macam-macam. Ada kalanya seperti dicekik, tak bisa bernapas, ditimbun beban berat di tubuh, dan macam-macam. 

Ketika merasa seperti itu, saya berusaha berontak dengan berteriak. Saya merasa sudah bisa berteriak, tapi itu hanya imajinasi. Teriakan itu tak pernah ada. Tak pernah ada.

Ketika seperti itu, saya berusaha melawan untuk mengayunkan tangan dan menggerakkan kaki, tapi juga tak pernah bisa. Sebab, badan tak bisa digerakkan. Situasinya adalah pikiran saya berjalan, sadar bahwa sedang setengah tidur, tapi badan lemas tak bisa digerakkan. Itu situasi yang mengerikan.

Lalu bagaimana lepasnya situasi itu? Tak ada rumus pasti. Kadang memendam napas lalu mengeluarkannya dengan hentakan. Kadang terus berusaha teriak, sampai kemudian teriakan itu benar-benar bersuara. Ada kalanya, ketika teriakan itu keluar, tapi tak sempurna, seperti orang merintih.

Dulu, saat masih tahun 90-an itu, ketika saya merintih dalam tidur itu berarti saya sedang ketindihan. Anggota keluarga saya langsung merespons dan membangunkan saya. "Kalau tidak dibangunkan bisa kebablasan (meninggal dunia)," begitu ujar kakak saya.       

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline