Lihat ke Halaman Asli

rokhman

TERVERIFIKASI

Kulo Nderek Mawon, Gusti

Bingung Kiri-Kanan Vs Arah Mata Angin?

Diperbarui: 25 Mei 2021   15:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi. kompas/didie sw dipublikasikan kompas.com

Itulah kebingungan yang saya alami. Saya kebingungan ketika harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan yang berbeda. Kebiasaan soal kiri-kanan melawan kebiasaan arah mata angin.

Saya lahir dan besar di sebuah kota di Jawa Tengah. Sejak kecil, di tempat saya lebih merujuk pada arah mata angin. "Mau ke mana?" kata seseorang. "Ke Utara!" kata yang lain. Arah mata angin itu dijadikan patokan.

Sederhananya begini. Jika ingin mencari rumah seseorang, maka biasanya kita akan bertanya pada orang lain. Nah, kebiasaan waktu itu adalah menyebutkan dengan arah mata angin. "Anda lurus saja ke utara, lalu timur. Lurus saja, nanti sampai," jawabannya biasanya seperti itu.

Akhirnya petunjuk berdasarkan arah mata angin itu saya pegang sampai dewasa. Di sisi lain, saya sangat lama berada di rumah yang menghadap ke selatan. Sebenarnya, arah mata angin ini lebih tepat dan akurat daripada merujuk pada kiri dan kanan. Sebab, arah mata angin itu lebih pasti.

Baca juga : Konsep Arah Mata Angin untuk Anak Tunanetra

Kebiasaan arah mata angin itu kemudian harus saya ubah ketika hidup di Jakarta. Di Jakarta, seperti yang saya rasakan sendiri, orang lebih merujuk pada kiri dan kanan. Yang paling sering adalah saat mencari rumah atau lokasi. Maka, biasanya diberi tahu, ke kiri, ke kanan, kiri, dan selanjutnya.

Menunjuk kiri kanan ini lebih simpel. Namun, memang agak jadi masalah jika perspektifnya beda. Misalnya, kalau saya dari Timur ke Barat, maka sebelah kanan saya adalah Utara. Tapi kalau saya dari Barat ke Timur, sebelah kanan saya adalah Selatan.

Mungkin karena lebih simpel, akhirnya saya cukup menikmati penggunaan kiri dan kanan. Tapi kemudian, saya kembali lagi hidup di Jawa Tengah. Pola kiri kanan yang selama di Jakarta saya pakai, kemudian berantakan.

Ini lebih berantakan lagi karena saya hidup di daerah yang berbeda dengan daerah sebelum saya ke Jakarta. Budayanya pun agak beda, sekalipun sama-sama Jawa Tengah. Kini, saya sering kelimpungan sendiri jika ada orang memberi tanda dengan arah mata angin.

Baca juga : Unik, Ternyata di Banjarmasin Tidak Ada Arah Mata Angin!

Kalau sedang slow mungkin tak terlalu masalah. Namun, kalau sedang banyak pikiran dan dikejar waktu, maka kiri kanan dan arah mata angin bisa jadi problem. Satu ketika saya mengejar waktu untuk membeli sesuatu. Saya tanya ke teman. Dia kemudian menjelaskan dengan arah mata angin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline