Tante Ernie menggejala. Jadi perbincangan bagi mereka yang aktif memantau dunia maya. Katanya, Tante Pemersatu Bangsa. Usia 53 punya anak tiga dan masih "sempurna" fisiknya.
Banyak yang suka Tante Ernie. Buktinya, followernya lebih dari 1 juta. Kalau saya lihat sekilas, komentar followernya juga bejibun. Komentar atas upload foto Tante Ernie yang nganu itu.
Tante Ernie adalah cerita tentang zaman yang berubah tak beraturan. Menurutku, cerita Tante Ernie mungkin akan cepat hilang seperti cerita-cerita sebelumnya. Datang lalu menghilang.
Saya mengingat jauh ke belakang. Tentang fenomena yang ramai terus menghilang. Saya masih ingat soal Briptu Norman, anggota polisi yang lipsing lagu Chaiya Chaiya dari film India, Dil Se. Banyak yang merasa tersentak dan terhibur waktu itu.
Tapi entah mengapa, menurutku biasa saja. Mungkin saya tak punya selera? Tapi cerita Briptu Norman bergulir cepat. Keluar dari kepolisian, berbisnis, sempat main film, dan saat ini tenggelam.
Lalu ada duo wanita yang lipsing lagu Keong Racun. Namanya Shinta dan Jojo. Menurutku ya biasa saja. Apa bagusnya? Tapi banyak orang yang suka. Buktinya masuk televisi dan untuk menaikkan rating. Tapi, ya kemudian tenggelam. Cerita keduanya tak bersisa di dunia hiburan.
Ingat juga "Deeemiiii Tuuuuuhaaaan!" milik Arya Wiguna itu? Betapa jadi perbincangan dan heboh. Si Arya Wiguna jadi artis walau sementara. Saya tak melihat apa yang dilakukan Arya Wiguna itu istimewa, tapi suka tak suka harus diakui laku dan melambungkan namanya. Namun kemudian Arya Wiguna juga tenggelam.
Beberapa cerita seperti itu, datang tak diundang pulang tak terhalang. Mungkin juga cerita Tante Ernie akan serupa. Penciptaan kekagetan yang mengagetkan dan menghebohkan, lalu tak diketahui rimba selanjutnya.
Semua kekagetan itu, dikemas dalam sebuah industri hiburan. Kekagetan itu diperas seperti tebu diperas airnya. Kekagetan diperas untuk menghasilkan uang. Ketika kekagetan itu tak laku, maka campakkan saja seperti kau dicampakkan mantanmu yang dulu. Ingat kan?
Saya dulu berpikir, kenapa hal yang tak istimewa kok disukai sedemikian rupa? Saya dulu berpikir, apakah kita tak punya kekagetan yang lebih berkualitas? Atau kita kehabisan ide untuk menciptakan kejagetan yang berkualitas, yang tahan lama karena kualitasnya, yang tak lekang ditelan zaman?
Dulu saya berpikir, bahwa kekagetan seperti cerita di atas, massif di dunia hiburan zaman ini. Di dunia hiburan jenis apa saja. Sebuah kekagetan yang tak istimewa menjamur seperti cendawan di musim hujan. Dulu, saya sangat jengkel dengan bentuk-bentuk kekagetan yang tak istimewa itu.