Lihat ke Halaman Asli

rokhman

TERVERIFIKASI

Kulo Nderek Mawon, Gusti

Iba pada Refly Harun soal Tweetnya tentang Kritik

Diperbarui: 2 Mei 2020   06:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Refly Harun. Kompas.com/Kristian Erdianto

Dalam dua hari ini ramai soal tweet Refly Harun. Membaca tweetnya, saya malah iba alias kasihan dengan mantan petinggi BUMN yang baru saja dicopot tersebut.

"Intelektual itu kritis pada kekuasaan. Yang kritis pada yang kritis pada kekuasaan itu namanya buzzer atau fans club," tweet Refly Harun di akun twitternya @ReflyHZ, Rabu (29/4/2020).

Saya iba kenapa intelektual sekelas Refly Harun membuat tweet seperti itu. Apakah kekurangan bahan kicauan? Apakah ingin menarik perhatian? Yang pasti, tweet itu bisa menurunkan kesan intelektual yang ada pada diri Refly.

Saya mencoba menelaah sederhana dua kalimat yang diluncurkan Refly Harun dalam kicauannya. Kalimat pertama adalah "Intelektual itu kritis pada kekuasaan". Kalimat kedua adalah "Yang kritis pada yang kritis pada kekuasaan itu namanya buzzer atau fans club".

Soal kalimat pertama, "Intelektual itu kritis pada kekuasaan". Dari kalimat itu mengarahkan pada kesan bahwa yang dinamakan intelektual itu (harus) kritis pada kekuasaan. Kalau menurut saya, intelektual tak hanya kritis pada kekuasaan. Intelektual juga perlu kritis pada mereka yang kritis pada kekuasaan.

Intelektual juga perlu kritis pada oposisi. Jangan sampai oposisi malah jadi terkesan antikritik. Sehingga ada dialektika. Kekuasaan dan ketidakkekuasaan perlu dikritik.

Jika intelektual hanya kritis pada kekuasaan, nanti intelektual dituduh hanya ingin kekuasaan. Kalau begitu kan bisa repot. Intelektual ilmu sosial juga perlu kritis pada fenomena sosial.

Jadi, kekritisan intelektual tak perlu dibatasi melalui kesan yang dimunculkan lewat tulisan. Intelektual ya kritis pada apa saja yang layak dikritisi. Dari kalimat pertama itu, saya iba.

Kalimat kedua lebih parah lagi menurut saya. "Yang kritis pada yang kritis pada kekuasaan itu namanya buzzer atau fans club". Bagi saya kalimat itu adalah kesimpulan yang salah dan patut diduga muncul karena kejengkelan dan sejenisnya. Cenderung emosional menurut saya.

Kalimat kedua itu mendefinisikan buzzer dan fans club adalah mereka yang kritis pada orang yang kritis pada kekuasaan. Nah, kalau misalnya ada orang mengkritik pengkritik kekuasaan, apakah langsung dikatakan buzzer dan fans club?

Menurut saya, itu pelabelan yang jauh panggang dari api. Saya menemukan beberapa orang yang bukan hanya kritis pada kekuasaan tapi sekaligus kritis pada mereka yang kritis pada kekuasaan. Mereka yang kritis pada dua pihak itu, tak selalu buzzer dan fans club kok.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline