Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah kebijakan yang memberikan uang pada orang yang tak mampu. Di negeri kita, BLT dan bantuan lainnya bagi orang yang tak mampu sangat sering dilakukan. Mungkin pemerintah menilai bahwa dengan bantuan itu, maka orang tak mampu akan berdaya dan bisa menggeliatkan ekonominya.
Namun, satu problem yang beberapa kali muncul soal bantuan pemerintah pada warga tak mampu adalah soal tidak tepat sasaran. Beberapa kali dalam pemberitaan terungkap bahwa masyarakat yang tak mampu yang harusnya mendapatkan bantuan, malah tak dapat bantuan.
Saya sendiri melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana orang tak mampu kala itu, tak mendapatkan bantuan. Satu ketika saya tanya pada orang tetangga desa yang tak mendapatkan bantuan itu. Dia bilang bahwa namanya tak ada dalam daftar penerima. Kemudian, ketika dia konfirmasi pada pemerintah desa, dijelaskan bahwa data itu dari pemerintah pusat.
Dugaan awalnya adalah bahwa tak ada pembaruan data yang dilakukan, baik di tingkat desa sampai pusat. Itu dugaannya. Satu ketika di masa yang lain, saya juga bertanya pada seorang tetangga apakah dia mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Dia bilang bahwa dia tak mendapatkan bantuan, sekalipun orang lain yang memiliki tingkat ekonomi seperti dia, mendapatkan bantuan. Saat itu, tetangga saya juga menjelaskan bahwa data itu berasal dari pemerintah pusat.
Nah, kini pemerintah kembali akan menggelontorkan BLT di masa wabah Covid-19. Seperti dikutip dari detik finance, bahwa BLT yang diguyurkan sebanyak Rp 22 triliun. Dalam pemberian BLT kali ini, pemerintah desa dilibatkan sebagai pihak pendata. RT atau RW jadi pihak yang langsung turun ke lapangan.
Setelahnya, data tersebut dimusyawarahkan dan kemudian diserahkan ke kabupaten untuk diumumkan siapa saja yang berhak menerima. Dengan cara seperti ini, harusnya tak ada lagi alasan bahwa pemerintah desa tak mengetahui nama-nama penerima bantuan. Pemerintah desa tak bisa lagi berdalih bahwa yang mengetahui datanya adalah pemerintah pusat.
Mekanisme seperti ini juga menjadi ujian sebenarnya bagi pemerintah desa. Mekanisme yang bottom up ini akan menguji apakah pemerintah desa amanah dalam menjalankan tugasnya.
Apakah pemerintah desa memberikan bantuan sesuai dengan pihak yang berhak.
Tentunya kita semua berharap bahwa pemerintah terendah, yakni desa menjalankan tugasnya dengan baik. Apalagi, saat ini desa memiliki kecenderungan 'sejahtera' dengan adanya dana desa yang berlimpah. Dengan semua kelebihan di masa kini, desa layak dan wajib memberikan yang terbaik pada masyarakat.
Nah, yang dikhawatirkan adalah ketika desa dan pihak terkait tak menjalankan tugasnya dengan benar. Potensi itu ada apalagi jika melihat tipikal sebagian masyarakat kita. Misalnya, karena masih berhubungan dengan orang kuat di desa, tetap menerima bantuan padahal sudah sejahtera.