Lihat ke Halaman Asli

rokhman

TERVERIFIKASI

Kulo Nderek Mawon, Gusti

Kenapa Anak Jadi Bisa Agresif ketika "di Rumah Saja"?

Diperbarui: 29 Maret 2020   15:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi, kompas.com/farida farhan

Judul di atas bukan kesimpulan mutlak. Tapi fenomena yang bisa terjadi.

Seorang teman mengalaminya ketika sang anak agak agresif ketika lebih sering di rumah karena virus corona. Sudah beberapa pekan ini, sekolah tatap muka ditiadakan agar virus corona tak makin menjamur. Sekolah tatap muka di kelas memang membuat kerumunan dan jarak dekat antarsiswa dan siswa dengan guru. Kondisi di kelas jelas memungkinkan corona merebak.

Karena itu, siswa pun diminta belajar di rumah. Anak di rumah, orangtua pun bekerja dari rumah untuk menghentikan laju corona. Akhirnya, dalam beberapa hari belakangan anggota keluarga bisa berinteraksi lebih intens karena seharian berkumpul di rumah. Jenuh itu pasti dan jika tak diantisipasi malah bisa merugikan.

Anak dari seorang teman memiliki kecenderungan berbeda ketika gerakan "di rumah saja" merebak. Si anak yang masih SD ini jadi lebih agresif, walaupun tidak setiap hari. Ekspresinya kadang diluapkan pada adiknya atau orangtuanya. Emosinya kadang sulit dikontrol. Sekali lagi, kadang, jadi tidak setiap saat.

Tapi memang masih dalam batas aman. Hanya saja memang harus disikapi. Apalagi informasi dari sekolah menyebutkan bahwa belajar di rumah akan diperpanjang.

Saya sendiri juga jadi berpikir kenapa hal itu bisa terjadi. Saya bukan psikolog dan saya hanya orang awam yang belajar dari pengalaman. Memang ada perubahan drastis antara di sekolah dengan di rumah.

Di sekolah, anak-anak (khususnya kelas 1 sampai 3 SD) lebih sering keluyuran dan aktivitas fisik yang berlebih di sekolah. Aktivitas berlarian itu biasanya terjadi di jam olahraga, istirahat, atau sebelum masuk kelas.

Menurut saya memang wajar karena anak seusia itu  masih suka bermain-main. Kadang malah agak susah diatur untuk tenang. Di masing-masing kelas, usia antaranak relatif sepadan.

Artinya, memang setara dan cenderung tak ada yang sangat tua. Semua nyaris seumuran. Kondisi seumuran itu akan memudahkan berinteraksi. Apalagi dunia mereka masih sempit dan cenderung sama.

Kesamaan usia itu bisa memunculkan kecairan dalam berelasi. Imbasnya, anak semakin senang ketika bergembira dengan teman seumuran di sekolah. Anak yang suka main ini kemudian kembali bermain ketika pulang sekolah. Mereka bermain dengan teman-teman sekampung.

Di beberapa desa yang saya lihat, anak anak bermain sepeda, bermain burung dara, atau mengaji di masjid bersama-sama masih saya temui. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline