Kalau mendengar kata forensik, apa yang tiba-tiba terlintas di benak kamu? Pembunuhan? Jejak darah? Mayat? Ngeri banget kayaknya, ya. Tapi engga salah.
Kontribusi forensik secara praktik memang sangat bermanfaat ketika terdapat kasus-kasus kejahatan, apalagi ketika ditemukan indikasi pembunuhan atau tindakan-tindakan penghilangan nyawa lainnya. Penyidik pasti akan meminta bantuan dokter spesialis forensik untuk membantu melakukan autopsi.
Namun, kejahatan bukan melulu tentang pembunuhan, bukan? Bahkan, apabila kejahatan yang sedang dalam proses pembuktian memiliki indikasi kuat terkait dengan isu pembunuhan, tentu penyidik akan menelusuri tersangka dan melakukan pemeriksaan lanjutan.
Misalnya, penyidik harus membuktikan apakah tersangka mengalami kesakitjiwaan atau tidak untuk dinyatakan memadai mengikuti proses hukum selanjutnya.
Siapa yang dapat membantu polisi menyatakan kesakitjiwaan tersebut? Benar. Psikiatri dan/atau psikolog forensik akan mengambil peran vital dalam tahap tersebut.
Wah, ternyata bukan cuma dokter ya? Apalagi di era digital kejahatan semakin beragam jenisnya. Misalnya, ada pemerkosaan, penipuan daring, korupsi, pemalsuan berkas, pembakaran, hingga pembobolan data.
Setiap kejahatan pasti memerlukan ahli forensik yang berbeda untuk membantu proses pembuktian yang biasanya para ahli akan dimintai kesaksian pada bidang keahliannya di ruang persidangan oleh hakim.
Untuk mengenal praktik forensik terutama dalam konteks Indonesia, simak artikel ini sampai akhir, ya. Ada prospek pekerjaan yang ternyata sedang menanti kamu!
Apa itu Ilmu Forensik?
Profesor Adrianus Meliala, salah seorang kriminolog dari Departemen Kriminologi Universitas Indonesia menjelaskan bahwa ilmu forensik sebetulnya memiliki ruang lingkup yang luas.