Lihat ke Halaman Asli

Ilham Aufa Rahim: Ketika Keadilan Bergantung pada Viralnya Sebuah Kasus

Diperbarui: 26 November 2024   12:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto : instagram @ilhamaufag

Terlintas di ingatanku dengan perkataan "Sok Kritis Kamu" berbagai cemoohan hinaan mereka lontarkan. gapapa, kita sebut mereka adalah para penjilat penguasa. mulut dan mata mereka seakan-akan telah dihipnotis oleh kuatnya media-media propaganda rezim yang membuat seseorang menjadi fanatik berlebihan, sesuatu yang berbeda (melawan arus) memang akan dianggap gila oleh orang-orang yang belum sadar, apa kalian lupa keadilan sekarang sulit didapat jika tidak menimbulkan viralitas? dan sekarang kalian merasakannya! Semoga kalian sadar! 

UKT gajadi naik, kasus-kasus mangkrak diproseskembali dan masih banyak lagi, SADARLAH!

Fenomena "No Viral No Justice" di Indonesia mencerminkan kondisi di mana perhatian publik dan media sosial menjadi faktor penentu dalam penegakan hukum.

Kita jangan lupa! kasus-kasus yang tidak mendapat perhatian viral sering kali terabaikan atau diabaikan oleh penegak hukum, sementara kasus yang viral di media sosial mendapatkan penanganan cepat dan serius. Fenomena ini menimbulkan berbagai masalah dan kekhawatiran tentang keadilan dan efektivitas sistem hukum di Indonesia.

Perhatian terhadap suatu kasus lebih dipengaruhi oleh popularitas media sosial daripada fakta hukum dan keadilan yang mendasarinya. Ini menimbulkan ketidakadilan bagi mereka yang kasusnya tidak mendapatkan perhatian publik yang sama.

Ketergantungan pada viralitas media sosial untuk mendapatkan keadilan menunjukkan kelemahan dalam sistem penegakan hukum formal. Ini mengindikasikan bahwa aparat penegak hukum mungkin tidak bertindak proaktif dan responsif kecuali ada tekanan publik yang signifikan. Ketergantungan ini dapat mengurangi kredibilitas lembaga penegak hukum dan mengindikasikan adanya kekurangan dalam sistem pengawasan dan akuntabilitas internal.

Kasus-kasus yang tidak viral cenderung diabaikan atau tidak ditangani dengan serius. Hal ini sangat merugikan kelompok-kelompok marginal atau individu yang tidak memiliki akses ke media sosial atau platform publik lainnya. Sebagai hasilnya, banyak kejahatan dan ketidakadilan yang tidak terungkap dan tidak tertangani, meninggalkan korban-korban tanpa keadilan.

Fenomena ini juga dapat mendistorsi prioritas dalam penegakan hukum.Kasus-kasus yang seharusnya mendapatkan perhatian segera dan serius mungkin tertunda karena sumber daya penegak hukum dialihkan untuk menangani kasus-kasus yang viral.

Hal ini menciptakan ketidakseimbangan dalam sistem hukum, di mana prioritas penanganan kasus tidak lagi berdasarkan urgensi dan keparahan, tetapi berdasarkan seberapa viral suatu kasus.

Penegak hukum yang bertindak berdasarkan tekanan publik dan viralitas media sosial mungkin kehilangan profesionalisme dan independensinya. Mereka mungkin lebih berfokus pada merespons opini publik daripada menegakkan hukum berdasarkan bukti dan prosedur hukum yang berlaku. Ini dapat merusak integritas dan kredibilitas aparat penegak hukum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline